Kamis, 02 September 2010

The Best of Us - Fransisca

Akhirnya weekend datang juga! Murid-murid Lamadie diminta untuk memilih salah satu ekskul dari sekitar 10 ekskul yang ada. Karena boleh untuk tidak memilih ekskul aku memutuskan untuk tidak ikut saja. Apalagi, jadwal lesku yang padat. Bayangin ya les matematika-fisika-kimia hari Senin-Rabu lalu ada les biola dari hari Kamis sampai Jumat. Tadinya Ibu sudah menyuruhku berhenti les biola karena menurutnya skillku gak maju-maju semenjak dua tahun yang lalu aku mulai les ini. Tapi ayahku mendukung katanya “biar aja lah si Fra les. Tuh anak gak punya temen banyak kan.” Yaampun apakah segitu kupernya aku di mata kedua orangtuaku?

Bicara tentang ekskul, tadinya aku dan Giu mau bergabung dengan ekskul fotografi. Namun, dikarenakan Oliver masuk ke eksul itu juga. Tadinya kami mau masuk fotografi karena senior-senior fotografi rada errrr… bertampang lumayan. Buktinya Oliver, pacar Giu (Well, belum pacar juga sih Cuma dari kedua pihak tampaknya sudah positif. Apalagi minggu kemarin aku melihat mereka gendong-gendongan) masuk fotografi.

Enough about extracurricular, hari ini aku dan Giu akan pulang bareng! Yeay! Dan aku dikasi ijin sama Ibu buat nginep di rumah Giu this weekend. Aku bilangnya sih mau kerjain homework dari Ma’am Mariana, tapi nanti pasti kami akan marathon DVD. Jadi, hari ini dari sekolah aku langsung ikut mobil Giu. Untung Pak Adi, supirku, berbaik hati mau membawakan perlengkapan untuk menginap yang sudah disediakan Ibu.

“Fra, jadi kan ke rumah gue?”
“Jadi dong! Harus jadi.”
“Sip sip. Tapi…..”
“Apaan?”
“Gue disuru nyokap sekalian nunggu Timo gitu. Sorry ya. Gue janji dia gak macem-macem. Jadi dong ke rumah gue nyaaa.”
“Yah, ada dia gue males deh. Yauda sih cuma di mobil doang kan? Tenang aja pasti jadi.”

Siangnya, sesudah pulang sekolah. Aku dan Giu terpaksa menunggu Timo di pinggir lapangan yang panasnya luar biasa. Tadinya, kami mau duduk di cafeteria berhubung third grader lagi pada nongkrong disana otomatis kami minggir daripada kena masalah. Tapi ada untungnya juga sih, di pinggir lapangan ini kami bisa liatin muka-muka senior yang bertampang lumayan. Dan tiba-tiba aku menyadari yang menjadi coach baru anak basket adalah seseorang yang aku kenal.

*BUK* Bola basket yang diperebutkan oleh anak-anak basket mengenai kepalaku. Sakit banget.
“Sorry!”
“Ha? Sorry? Lo kira sorry cukup?!” balasku sengit sambil menengok ke orang yang sudah minta maaf tadi.
“Eh?? Hei.”
“Hhh. Hei.”
“Apa kabar?”
“Oh iya, baik kok. Gue.. gue kesana dulu ya.”

Akhirnya dengan sangat terpaksa aku memutuskan untuk ke cafeteria. Lebih baik dikerjain sama kakak kelas daripada mesti ketemu si jerk itu. Giu dengan terburu-buru menyusulku. Aku tahu Giu pasti bingung mengapa tadi aku langsung berlalu begitu saja.

“Napa lo? Si Timo udah selesai. Yuk langsung ke mobil gue aja.”

Aku pun menurut Giu. Aku mengikuti Giu ke mobilnya sambil berharap gak ketemu si jerk lagi. Begitu sampai di mobil Giu, Timo sudah duduk di bangku sebelah supir. Aku dan Giu duduk di jok belakang.

“Hai, Fra.”
Tumben banget nyapa. Biasanya aja cuek luar biasa.
“Eh, hai juga.”
“Sorry ya tadi gue gak bisa nangkep bolanya tepat waktu. Jadinya kena pala lo. Masi sakit gak?”
“Iya gakpapa kok. Udah gak terlalu sakit sih. Cuma gue rasa gue hamper geger otak ringan deh secara itu bola kenceng banget.”
“Haha, lebay lo. Sorry ya sekali lagi. Itu bukan salah Kak Reno, jadi lo gak usah marah-marah sama dia ya, Fra.”
“Eh? Iya.”
“Oh iya, Fra. Lo kenal coach anak basket?” kata Giu yang sejak tadi gak ngomong apa-apa
“Hah? Iya-iya.”
“Kenal dari mana?” gantian Timo yang mengintrogasiku
“Hah? Err. Iya. Itu.”
“Apaan sih yang jelas dong?!!” judesnya Timo muncul juga
“Err. Iya, he used to be my bro’s best friend and my… my… my... boy”