Senin, 10 Oktober 2011

The Best of Us - Giusepina

Aku berharap dengan sangat di kelas 11 di La Madie sekarang ini tugasnya gak banyak. Tetapi apa yang kami dapatkan?? PR yang tingginya segunung Everest. Dan oh my God nya lagi, sekarang gak cuma PR pelajaran aja yang diberikan. Tetapi juga PR ekskul. Ekskulku pun gak mau ketinggalan. Mereka menyuruh setiap anak mengadakan photo shoot bersama model pilihan mereka masing-masing. Padahal tahun sebelumnya ekskul fotografi gak pernah diberikan tugas apapun. Tapi sekarang? Rasanya tuh sok banget. Padahal pegang kamera aja kayaknya gak becus. Mana harus cari model pula. Siapa yang bisa? Lebih tepatnya siapa yang MAU jadi model photo shoot ku?

Setelah dipikirkan dalam jangka waktu yang lama yang rasanya bak jutaan tahun aku mendapat ide untuk menawarkan Timo untuk jadi modelku. Aku langsung nyamperin dia di kantin. Masa sih dia gak mau?
"TIM!! Baik deh!" sapaku.
"Hmm?" jawabnya
"Ih jawab yang panjangan kek."
"Gw tau lo ada maunya kalo manggil-manggil udah pake pujian"
"Kok tau sih? Hehehe" jawabku sambil tersenyum semanis mungkin.
"Mau apa sihh??"
"Lo mau gak jadi model gw? Buat tugas ekskul fotografi nih. Ayolah bantuin gw." langsung saja ke perkara. Di ujung mata aku melihat Oliver yang dari tadi memang berada di kantin mulai nguping. Atau cuma aku yang kegeeran kalo dia nguping? Ah sudahlah.
"Gak mau ah. Kenapa harus gw?"
"Hmm karena... Pertama, lo tuh sepupu gw. Masa sih lo gak mau bantuin sepupu lo ini? Kedua, lo kan keren tuh. Susah tau cari model keren. Ketiga, nilai ekskul gw bergantung pada lo!"
"Apa hubungannya sama gw sepupu lo? Kalo masalah nilai sih itu kan urusannya sama usaha lo"
"Aduh Timo. Masa sih lo tega? Kalo bukan lo siapa lg?"
"Siapa kek. Temen lo?"
Aku tau kalo "temen" yang dimaksud Timo adalah Fra. "Aduh gak ada yang sepas sama lo deh Tim. Ayolah. Lagian di rumah aja kok gak dimana-mana"
"Ahh elo! Ya udah deh. Kapan?"
"Ya kapan kek. Lo bisanya kapan?"
"Besok aja abis gw ekskul basket"
"Okay. Eh btw, besok Fra ikut lo ya? Gak apa-apa kan? Dia mau bantuin gw. Gak keberatan kan?"
"Gak" jawabnya singkat.
"See ya brother, hehehe"
"Huh lo kalo ada maunya aja panggil-panggil gw gitu"
Kulemparkan senyum terima kasih termanisku dan langsung pergi dari kantin tanpa melirik Oliver sedikitpun.

"Fra, besok ya!" semburuku saat bertemu dengan Fra.
"Ngapain?"
"Photo shoot lahh. Ngapain lagi?"
"Lah? Besok kan gw ekskul. Gimana bisa coba?"
"Udah nebeng Timo aja. Udah gw bilangin kok"
"GIU! Ngapain sih??"
"Ah udahlah Fra jangan dipikirin. Timo aja gak mikir pas gw bilangin"
"Masa? Lo aja kali yang gak liat?"
"Ih suer berani disamber geledeg deh," jawabku sambil memberikan tanda peace.
"Gw gak yakin"
"Ya udahlah. Gak usah dipikirin. Yang penting besok lo bantuin gw"

Camera check! Set check! Lightning chech! Wardrobe check! Make up check! Tinggal modelnya. Ekskul basket selesai pukul 6. Jadi mereka sudah akan sampai paling lambat jam 6.30. Ini baru jam 5. Tapi semuanya sudah siap. Tepat seperti dugaanku, Fra dan Timo sampai pukul 6.28. Whew untung mereka betul-betul datang. Tadinya aku udah meragukan mereka bakal datang atau gak. Abisnya dari tampangnya tuh kayak males-malesan.
"Ahh akhirnya dateng jugaaa" kataku lega.
"Eh lo kira acara TV" sembur Timo.
"Itu kan udah lama acaranya. Ayo kita mulaiii" jawabku.
"Tunggu gw mandi dulu" balas Timo
"Ya udah gih sana. Lo juga Fra mandi dulu"
"Ih males. Lagian gw gak bawa baju" jawab Fra.
"Ah baju di kamar gw ada. Ambil aja. Sana cepetan gw tunggu di sini. Sana sana. Lagian lo berdua udah keringetan gitu. Please deh"
Akhirnya Fra dan Timo langsung naik dan mandi. Kayaknya mereka udah gak tahan sama omonganku yang panjang lebar. Lebih baik cari jalan aman dengan langsung menuruti perkataanku.

Akhirnya 20 menit kemudia kita ber 3 udah stand by di ruang tamu memulai photo shoot. Fra mengatur wardrobe si Timo. Timo diam saja walaupun mukanya udah menunjukkan ketidak setujuan dengan style yang dipilih. Dia baru complain pas di set.
"Aduh ini kenapa kayak gini sih? Gerah tau"
"Ih ya udah sih bentar doang. Ini AC udah dipasang. Elo kali mandinya gak bener. Klo mandinya bener pasti gak akan gerah kale"
"Tapi ini panas banget sumpah"
"Ya udah kita mulai aja biar cepet selesai juga"
JEPRAT! JEPRET! CRECK! CRECK!
"FRA!!" panggilku.
"Hah? Apaan? Nyante aja kale. Gw disamping lo dan gw belom budeg"
"Ganti baju gih!"
"Hih ngapain?"
"Ini kurang sinkron gitu. Butuh ceweknya. Lo ganti sana. Udah gw siapin"
Fra dan Timo diam seribu bahasa.
"Aduh cepetan please"
"You owe me a LOT" balas Fra sambil berbisik namun tetap ganti baju. Setelah itu ia langsung masuk set dan berbaur dengan Timo.

Gak kerasa udah 30 menit.
"Almost done"
"Woy gue udah ganti baju 7 kali. Emang masih belom dapet yang bagus?"
"Gw butuh yang banyak Tim. Lagian tadi tuh lo gayanya lagi gak kece"
"Amatir deh lo, Giu. Gw gak pernah gak kece"
Tiba-tiba... JREK! Lightning yang kusiapkan mati. Lho ini kenapa ya? Aku langsung beranjak ke lampu yang sudah kusiapkan.
"Eh gw gak ngerti. Kita pindah ke taman aja ya. Kan lebih terang"
"Terserah lo deh Giu. Asal cepet. Bisa mengkeret nih gw" jawab Fra.
"Sana duluan, gw mau ambil barang-barang yang diperlukan dulu"
"Okay"

Timo dan Fra langsung ke taman belakang. Aku sudah membayangkan nilai ekskulku yang pasti akan tinggi jika aku mengumpulkan semua hasil photo shoot hari ini.
GEDUBRAK! Tiba-tiba aku jatuh... Malu banget. Untung gak ada yang liat pikirku. Belum 1 menit aku berpikir begitu...
"Kenapa sih lo sering banget jatoh?"
Sebuah tangan terulur untuk membantuku berdiri. Tapi tidak kugubris. Langsung kubereskan barang-barang yang terjatuh dan beranjak ke taman tanpa membalas maupun menoleh sedikitpun. Dari sudut mataku masih terlihat ia mengikutiku dari belakang. Sesampainya di taman...
"Giu! Lo ngajak dia?" tanya Timo dengan tampang keheranan.
"Ya enggaklah" jawabku.
"Lah terus dia kenapa bisa disini?" tanya Fra.
"Hmm. I hear you. Kenapa gak nanya langsung?"
"Karena males," jawab Fra. "Tapi kok lo bisa sampe disini Ver? Kok lo bisa tau ada photo shoot?"
"Gw denger di kantin kemaren. Kan kuping gw masih berfungsi dengan baik" jawab Oliver.
"Gak ada yang minta lo ke sini" tambah Timo.
"Suka-suka gw"
"Tapi ini rumah gw. Lo mau apa sih di sini?" kataku.
"Mau bantuin lo"
"Gw gak butuh bantuan lo" sanggahku. Padahal di ruang tamu terlihat jelas kalau peralatanku berantakan di mana-mana. Sama sekali gak profesional.
"Udah keliatan kalo lo butuh kok" dia menjawab sambil mengambil semua benda yang berada di tanganku yang memang dari tadi sudah kuusahakan sekuat tenaga untuk tidak terjatuh.
"Terserah deh"
Aku langsung men-set peralatanku yang lainnya dan memulai pemotretan kembali. Tapi Oliver selalu berkomentar seperti "itu anglenya gak bener" atau "lightning nya salah" atau "jangan pake mode yang itu"
"Ah berisik banget sih. Nih lo aja deh yang foto" kata ku sebal.
"Ya udah sini" jawabnya santai.
Dia langsung mengambil alih. Ternyata dia gak asal komen. Dia tau apa yang bagus dan enggak. Dia tau gimana nata angle, lightning, sampe model. Tapi gak sampai di situ aja. Kritik Oliver masih terus berlanjut.
"Tim, jangan gitu. Lo keliatan jelek klo lo kayak gitu. Fra juga, lo keliatan gendut"
"Heh! Seenak hati ya lo. Gw gak pernah jelek ya. Kalo dasarnya emang cakep digimanain juga gak bisa jelek" sembur Timo
"Ih! Lo tau gak sih kalo cewe itu sensitif kalo urusan badan" tambah Fra.
Memang kayaknya Oliver rada sakit mata deh kayaknya. Soalnya menurutku Timo dan Fra fine-fine aja. Atau mungkin pendapatku yang "amatir" beda sama Oliver yang gayanya seperti "profesional".
"Ah gw cape ah" kata Fra.
"Gw juga. Apalagi si Oliver banyak ngomong. Nih coba aja lo yang jadi modelnya. Apa bisa? Udah capek gw pose dari tadi" susul Timo.
"Ya udah. Siapa takut. Nih lo yang motret" jawab Oliver sambil menyerahkan kamera ke Timo.
Oliver mulai berpose. Dan sekali lagi dia gak cuma asal njeblak doang. He can modelling. Entah dia belajar dari mana tapi semua foto yang dihasilkan menampilkan pose yang memang bermutu dan membuat Timo diam gak berkomentar sedikitpun. Tapi tetep ada aja maunya si Oliver.
"Gw butuh model cewe" katanya.
"Fra tuh sana gih" kataku.
"Oh tidak bisa. Gw gak mau. Capek banget Giu sumpah deh" jawab Fra "lo aja sana gih"
Tanpa menunggu respon dariku Oliver sudah menarikku ke set dan Timo sudah mulai menjeprat-jepret.
"Gw gak ngerti" jawabku.
"Ikutin gw aja" kata Oliver sambil menuntunku.
Kami berdua seperti terbawa suasana. Sesi pemotretan seperti berlalu hanya dalam sekejap mata. Mungkin kami tidak akan sadar kalo Timo gak meneriaki kami.
"WOY! Udah! Udah selesai"
"Oh udah ya? Sini kameranya" kataku walau dengan sedikit salting yang entah kenapa bisa timbul.
"Gak usah" kata Timo yang langsung menarik kameraku sebelum tanganku meraihnya "biar gw aja. Nanti gw cuciin fotonya terus gw bikinin portfolionya plus gw kimpulin ke Daniel. Dia ketua fotografi kan?"
"Iya. Tapi kok lo baik banget sih mau nyelesain tugas gw?"
"Itu memang udah tugas gw sebagai sepupu yang baik" kata Timo dengan senyum jail yang biasanya dipake kalo mau ngerjain temennya.
"Judulnya apaan nih?" tanya Fra.
"Under my spell aja. Jadi kesannya kayak Fra is under Timo's spell" kata Oliver yang padahal gak ada yang nanya ke dia.
"Under MY spell" kata Timo "okay. Besok udah pasti sampe di tangan Daniel. Tenang aja"
"Giu, gw pulang dulu ya. Udah malem nih. Susah cari taxi" potong Fra
"Okay. Biar Timo yang nganter. Daripada lo pulang sendirian. Naik taxi malem-malem. Nanti kenapa-kenapa. Gw yang merasa bersalah. Ya kan Tim?"
"Hmm" jawabnya singkat. Dan kemudian mereka berlalu menuju mobil Timo.
Sementara aku ditinggal berdua dengan Oliver. Sementara aku membereskan barang-barang ia turut membantu tanpa harus disuruh. Kayaknya dia sadar diri kalo dia memang harus bantu-bantu karena dia udah datang tanpa diundang. Dia membantu tanpa mengeluarkan sepatah katapun seperti bisa membaca pikiranku yang memang masih gak mood buat ngomong sama dia berduaan. Dia membantuku membawa barang-barang ke ruang tamu.
"Giu, gw pulang dulu ya. Thanks udah ngizinin gw bantuin lo" katanya sebelum pulang.
"Terserah" jawabku singkat.
Oliver langsung pulang.

2 hari kemudian. Ekskul fotografi membahas tentang portfolio yang sudah dikumpulkan semua anak. Dan Kak Edo bersama Daniel memilih 3 portfolio yang paling bagus dan dari portfolio yang paling bagus akan dipilih 1 foto yang paling berkesan untuk dipajang di sekolah sebagai pertanda ekskul fotografi.
"Dan portfolio yang paling bagus punyanya jeng jeng jeng..." kata Daniel yang sok misterius banget padahal gak ngaruh "GIU!"
"Hah?" kataku shock. Semua mata menuju ke arahku "salah kali lo"
"Bener. Dan foto yang paling bagus tuh yang ini nih" telunjuk Daniel menunjuk pada fotoku dan Oliver di mana aku duduk di bangku taman sementara Oliver berdiri di sebelah kanan. Kami bertatapan di bawah sinar bulan. Oliver saw me with an adoration.
"Fotonya sih cliché banget tapi ada sesuatu di situ. Dan chemistry nya bagus banget" tambah Daniel.
Aku tak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Kukira yang ada di dalam sana adalah foto Timo dan Fra yang kuambil dengan susah payah sangat. Ternyata si Timo ada udang di balik batu. Dan parahnya lagi foto itu akan dipajang di sekolah. OH NO!

Sabtu, 13 Agustus 2011

Hi!

Sorry for the late update!
I was busy with school and stuff.
And my IGCSE score is not that good. But still, Thank God!:)
I hope you enjoy the post, because it's kinda boring... Sorry..

Well then, happy reading!!

Love,

SY

p.s: I don't own the pictures, I just edited it.
p.s.s: It's Zico from Block B and a random girl.
p.s.s.s: Yeah, I made poster because I was inspired by AsianFanFics!:)

The Best of Us - Fransisca

Hari pertama masuk ke sekolah, hari pertama menjadi kakak kelas, dan hari pertama menyetir ke sekolah sendiri. Giu dan aku menghabiskan liburan bersama di Raja Ampat, karena kondisi kita berdua yang benar-benar lelah sehabis liburan. Kami akhirnya masuk 2 hari sesudah hari pertama murid lain. Tahun ajaran ini, aku sekelas lagi dengan Giu dan homeroom teacher kita tetap sama.

Karena telah membolos 2 hari, aku dan Giu dipanggil ke ruang principal. Untung Giu dengan muka polosnya berhasil menyakinkan kepala sekolah kalau kita berdua ada acara keluarga yang harus dihadiri. Hari ini, MOS anak kelas 1 masih berjalan. Entah kenapa, rasanya aku mau ketawa liat anak osis bentak-bentak siswa-siswi baru. Mereka itu aslinya polos dan baik. Contoh aja Daniel, cowo itu sok marahin anak kelas satu sampai anak itu nangis. Keseharian Daniel? Ngeliat kecoa aja teriak-teriak dan hampir mau nangis.

Kelas kami memang melewati lapangan. Siswa-siswi baru berjejer ‘dijemur’ oleh anak osis, menjadi pemandangan yang biasa. Beberapa hari yang lalu memang heboh di twitter anak Lamadie kalau Timo jadi ketua panitia MOS. Yang katanya gak adil, karena ketua panitia sebelumnya menunjuk Timo hanya karena dia naksir Timo bukan karena kemampuannya mengetuai MOS. Aku sih, ga terlalu perduli juga. Emang siapa aku harus ikut campur? Anak osis aja bukan.

Ketika melewati lapangan, secara tidak sengaja tatapanku dan Timo bertemu. Karena mau berbasa-basi dan sopan santun kepada Timo, yang memang kakak kelas, aku senyum untuk formalitas. Bukan membalas senyumku, Timo malah sok mengalihkan tatapannya ke arah lain. Sontak, aku merasa malu dan aku sadar pipiku merah padam. Giu yang melihat kerjadian itu hanya bisa menggeleng tak mengerti.

Hari pertama juga aku melihat Timo setelah kejadian itu....

***

Lamadie memang benar-benar ga mau kasih siswa-siswi tenang sedikit saja. Seakan tidak mau kalah satu dengan yang lain, guru-guru berlomba-lomba memberikan tugas. Bel pulang sekolah disambut senyum lega dari siswa-siswi. Seakan dunia sebentar lagi akan kiamat, kami bergegas membereskan buku dimeja lalu bergegas menuju gerbang depan.

“FRAAAAA! Tau ga lo?” Kata salah satu teman sekelasku.

“Ya gatau lah. Orang lo belom ngomong ke gue. Gimana gue bisa tau sih.”

“Iya juga ya..” Sambungnya “Tapi lo harus tau!”

“Iya, iya, apa sih.” Kataku sambil memasukkan barang-barang dari meja ke tas.

“Timo jadian sama anak sepuluh dua!”

“Terus?” Kataku tak tertarik.

“Loh?! Bukannya kalian pacaran?”

“Kata siapa?” Jawabku sambil melenggang keluar kelas.

***

Entah apa yang ada dalam hatiku saat ini. Ada rasa yang sangat aneh. Aku sendiri gak bisa menggambarkannya. Apa mungkin rasa ini cemburu? Tapi kenapa aku harus cemburu? Toh, kemarin waktu dia mengutarakan perasaannya, kutolak mentah-mentah. Tapi, apa itu artinya dia cuman main-main ya? I mean like, he confessed to me tapi jadian sama orang lain? Apa itu pelarian? Apa sebenernya dia sayangnya cuma ke aku?

“Udahlah, Fra. Lo juga tau kan dari orang-orang Timo itu orangnya gimana gausa di pikirin deh!”

Karena merasa sudah terhipnotis dari kalimat itu, aku seakan tidak perduli dengan hadirnya Timo dan rumor cewe-cewe barunya di sekitarku. Ketika kita berpapasan di lorong, kantin, maupun ruang guru, aku dan dia cuma diam. Saling cuek lalu secepat mungkin berlalu dari hadapan masing-masing. Dalam kondisi sepert i ini Giu yang ada diposisi paling ga enak.

Pernah suatu hari aku dan Giu berencana pulang bareng karena aku malas bawa mobil. Tadinya Giu bilang supirnya yang akan menjemput, tapi karena satu dan lain hal Giu harus pulang bareng Timo. Karena paksaan Giu akhirnya aku terpaksa ikut mereka. Timo sama sekali ga bersuara selama perjalanan. Tapi yang sangat mengherankan dia masih inget jalan ke rumahku. Sesampainya di rumahku pun Timo turun dan pamit dengan Bunda, seolah tidak permah terjadi apa-apa.

Belakangan, nama-nama siswi anak kelas satu mendadak terkenal. Mereka digosipkan berpacaran dengan Timo. Tapi herannya setiap hari nama siswi yang digosipkan ganti. Yeah, right. The playboy senior is back, isn’t he?

Saat jam istirahat, aku dan Giu ke kantin bersama. Suasana kantin penuh sesak anak-anak yang memesan makanan. Ketika kami berdua sudah mendapatkan makanan yang di order, kami beranjak mencari tempat duduk. Namun, pandangan kami akhirnya tertuju kepada dua sejoli yang tengah bermesraan di bangku pojok kantin.

“Ra, ra.” Kata Giu sambil menarik ujung kemejaku.

“Apaan?” Kataku santai sambil duduk di bangku terdekat.

“Itu kan your Timmy!”

“Hush, ngomong jangan sembarangan. He is not mine. Cepet duduk sini, nasi ayam lo bentar lagi dingin tuh.”

Jauh di dalam hatiku perasaan aneh itu muncul lagi saat mereka berpelukan mesra. Aku langsung kehilangan napsu makan. Entah kenapa dadaku jadi sesak dan mataku panas seperti ingin menangis.

“Huh, sial banget sih masa gini doang mau nangis.” Batinku.

“Giu, kita udahan aja yuk. Gue udah kenyang banget nih.”

“Ha? Kenyang? Itu setengah aja lo belom abisin, Ra.”

“Ya tapi gue udah kenyang. Kalo lo masih laper lo disini deh gue duluan ya.” Kataku sembari beranjak dari kursi.

Saat sedang berjalan keluar dari kantin karena aku tidak terlalu melihat keadaan sekitar, aku menabrak seorang kakak kelas yang sedang mengobrol sambil membawa minum. Seketika, minum yang dibawanya tumpah mengenai baju putihnya. Sontak seluruh isi kantin menatap kami berdua.

“Lo cantik-cantik ga punya mata ya?” Teriak si kakak kelas.

“...”

“Udah buta, bisu lagi. Ngomong apa kek.”

“Iya, sorry kak.” Kataku akhirnya.

“Lo gatau gue siapa? Anak kelas berapa sih lo?” Jawab si kakak kelas.

Seketika tenggorokanku seperti ada yang menyumbat. Si kakak kelas yang tadi aku tabrak kian mendekat, dan hampir mencengkram kemejaku. Untung ada lengan kokoh yang menangkisnya. Saat aku naikkan kepalaku, aku dapat melihat siapa pemilik lengan itu.

“Udah lah, Ne. Lo juga salah kan sambil ngobrol sama Lisa gitu.” Katanya.

“Tapi, Tim. Lo liat juga kan dia salah?”

“Ya dia salah, karena ga liat lo jalan. Tapi, lo juga salah karena ga liat dia jalan. Iya kan?” Bela Timo.

“Tapi, Tim....”

“Lo mending pergi deh. Gue kenal dia.”

Lalu si kakak kelas itu berlalu begitu saja setelah mendengar belaan Timo.

“Thanks....” Ujarku seperti berbisik.

“Iya, hati-hati lain kali...” Bisiknya, dan dia pun menghilang dari pandanganku.

***

Setelah beberapa hari setelah kejadian di kantin, sepertinya hari-hariku di Lamadie bertambah berat. Aku jadi benar-benar dimusuhi satu angkatan kelas tiga. Pernah suatu hari, ada senior cewek yang sengaja menumpahkan minumannya ke baju seragamku. Ada lagi yang sengaja menaruh kaki di jalan agar aku jatuh. Dan yang lebih parah, sekarang mereka menggambil handphoneku dan mengunciku di dalam wc belakang sekolah. Jam pulang sekolah seperti ini, memang gak banyak atau bahkan jarang ada orang yang mau lewat belakang sekolah.

At this moment, entah kenapa aku gak mau nangis, dan malah gak mau keluar. Kulirik jamku sekali lagi ini lewat dari jam 5 sore kemungkinan semua murid sudah pulang. Sudah lebih dari dua jam mereka mengunciku disini. Mungkin sampai besok pagi aku akan ada disini, sampai office boy sekolah membersihkan wc ini.

Karena sudah malam, makin lama suasana di wc makin mencengkam. Mulai ada suara-suara aneh dari bilik-bilik wc. Setelah berpikir beberapa lama, aku akhirnya memutuskan untuk keluar lewat jendela. Di luar dari dugaan, jendela wc ini dikunci. Sudah tidak ada yang bisa kulakukan selain pasrah.

Dan mulailah perasaan-perasaan aneh menyergap pikiranku, Bunda, Giu, Mas Davis, dan... Timo.

Setelah beberapa saat karena kelelahan, aku memutuskan untuk bersender di tembok wc. Yang kurasakan lelah, sakit, sedih, semua campur aduk jadi satu.

“Timo...lagi apa ya sekarang?” pikirku. “Ah, mungkin lagi pacaran sama pacar barunya. Kalau dia jodoh gue, dia bakal nyelamatin gue. Tapi gak akan mungkinlah.”

Setelah mencari-cari posisi yang nyaman akhirnya aku tertidur sambil bersandar di tembok dingin wc. Tak berapa lama ada seseorang yang mendobrak pintu wc Orang itu adalah...

My knight in shining armor.

Minggu, 19 Juni 2011

The Best of Us - Giusepina

My life is a mess. Hidupku kacau setelah anak baru dari New Zealand itu datang dan menghancurkan segalanya. Semua hal yang sekarang aku lakukan terlihat serba salah dan tidak pernah mengenakkan hatiku. Aku tidak ingin melakukan apapun. Aku hanya ingin mengunci diri di kamar. Semua ini gara-gara dia. Aku bahkan tidak dapat berkonsentrasi sedikitpun terhadap ulangan kenaikan semester 2. Untunglah ada Fra dan Timo yang mau menemaniku setiap saat. Gak tau apa jadinya aku kalau gak ada mereka. Mereka udah berusaha keras menghiburku. 

Saat selesai ulangan entah kenapa badanku terasa gak enak. Panas dingin gak karuan. Perutku sakit & kepalaku pusing. Dunia serasa jungkir balik di hadapanku. Tanpa basa-basi aku langsung secepatnya pulang diantar Pak Eko. Aku hanya sempat memberi kabar ke Timo bahwa aku pulang duluan karena tidak enak badan. Itu pun lewat BBM. Aku juga minta tolong kepadanya untuk memberi tau ke Fra. Karena aku juga gak enak sama Fra. Dia udah baik banget sama aku. Selalu nemenin. Jadi aku gak mau bikin dia khawatir atau bahkan sampe harus ngerepotin dia.

Sesampainya di rumah aku segera naik ke kamarku. Tapi belum sempat aku melangkah tubuhku terasa limbung dan aku tidak ingat apapun. Saat terbangun aku sudah berada di Emergency Room Sebuah rumah sakit yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Di sana sudah berdiri mama yang baru kemaren datang dari Prancis dan Timo.
"Aduh sayang akhirnya kamu sadar juga" ujar mama.
"Ma aku ada di mana?" Tanyaku.
"Lo ada di rumah sakit. Tadi tuh lo pingsan di tangga. Untung langsung ditangkap sama mbak Siti." Jawab Timo.
"Aku pingsan?"
"Iya sayang kamu pingsan. Tadi dokter bilang kamu sakit karena kamu jarang makan jadi lambung kamu meradang. Terus kamu juga kena tifus karena kamu makan sembarangan. Kamu harus diopname dulu agar cepat sembuh." Jawab mama.
"Oh gitu ya ma" jawabku tanpa berpikir & dengan tatapan kosong.
"Makanya lo tuh jaga badan dong Giu. Semuanya jadi khawatir" kata Timo.
"Sorry ya Tim udah ngerepotin" balasku.
Tiba-tiba Fra masuk dari pintu emergency room dan menghambur ke arah kami. Ia langsung menyalami mama lalu menyemburku.
"GIU!!!! Kenapa lo gak bilang kalo lo sakit? Kan gw bisa nemenin lo. Liat kan sekarang lo malah sakit sampe harus diopname. Lo sakit apa sih?" Ujarnya.
Belum sempat aku menjawab Timo lebih dulu menjawab pertanyaan tersebut.
"Lambungnya radang terus dia juga kena tifus."
"Makanya Giu, kan gw udah sering suruh lo makan tapi lo gak mau. Nah sekalinya lo makan, makanan lo gak tau beli di mana dan bersih atau gaknya juga gak terjamin. Jaga makan dong Giu!!" Papar Fra lagi.
"Hmm maaf ya Fra. Gw gak mau ngerepotin elo." jawabku sambil tersenyum lemah.
"Aduh lo masih sungkan aja sama gw?! Udahlah gk ngerepotin kok. Itu kan gunanya teman." jawab Fra sambil memasang senyum andalannya.
"Fra, Timo, kayaknya tante gak bisa lama-lama deh. Soalnya tante harus balik ke airport." Ujar mama.
"Lho mama udah mau balik ke Prancis? Kan kemaren mama baru sampe" kataku lemah.
"Ya kan mama memang gak bisa lama-lama di sini Giu. Mama dan papa masih banyak urusan di sana. Oh iya tadi papa telefon. Dia sangat khawatir sama kamu. Tapi dia gak bisa ke sini karena harus bertemu client bersama mama & papanya Timo" balas mama.
"Oh ya udah deh. Hati-hati di jalan ya ma"
"Iya. Nanti kamu nyusul ya Giu kalau sudah sembuh"
"Sip deh ma"
Mama segera pergi. Aku ditinggal bersama Fra dan Timo. Kemudian suster rumah sakit tersebut berkata bahwa aku akan dipindahkan ke ruang 7023. Kami semua langsung beranjak ke ruang tersebut. Setelah mengantar dan mengecek infus di tanganku suster tersebut beranjak pergi. Tiba-tiba suasana dalam ruangan menjadi tegang. Semuanya diam gak ada yang ngobrol atau apalah. Aku pun lebih memilih untuk diam. Saat jam di dinding menunjukan pukul 7 lebih 15 menit Fra memecahkan keheningan, "Giu, gw harus pulang nih. Tadi juga gak sempet bilang nyokap. Maaf ya"
"Okay gapapa kok. Tenang aja." Jawabku.
"Bye Giu. Bye Tim."
"Hmm" jawab Timo lemas.
Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres di antara mereka. Maka setelah Fra menutup pintu kamar akupun menginterogasi Timo yang akhirnya menceritakan segalanya.
"Terus lo diem aja Tim? Bahkan tadi lo gak nawarin buat nganterin dia pulang? Oh my, Tim!" Tanyaku
"Gw gak tau mau gimana lagi Giu. Gw bingung banget" jawabnya lesu tak bersemangat.
Di luar terdengar suara petir. Dan aku tau 2 hal dengan sangat pasti. Pertama, hujan ini akan bertahan lama. Dan ke 2, Fra gak bawa payung. Jadi aku mulai memancing Timo.
"Ujan nih Tim"
"Hmm iya"
"Lo bawa payung?"
"Bawa tuh di situ" jawabnya sambil menunjuk pojokan di mana terletak payung hitam.
"Ooh. Kayaknya Fra gak bawa payung tuh"
"Masa? Terus gw harus ngapain?"
"Ih terserah lo. Pikirlah my lovely cousin!"
Tiba-tiba Timo langsung berlari mengambil payung dan keluar. Aku hanya bisa tersenyum. Firasatku memang benar. Dari awal aku udah tau kalo Timo dan Fra itu sangat cocok.

Gak berapa lama Timo keluar tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
"Masuk" kataku.
Ternyata yang masuk adalah Oliver.
"Giu.... Ini buat kamu." Ia menyodorkan bunga Purple Hyacinth & bunga Aster kepadaku.
"Thanks" jawabku singkat.
"Giu I know you're still mad at me. I know you don't want to talk to me. But you must know that you're the only one in my heart."
"................"
Oliver duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur. Dia mengenakan kaos dan celana basket. Aku tau bahwa ia baru pulang dari pesta kemenangan anak-anak basket. Dia terlihat sangat cool. Tapi aku gak sanggup menatapnya. Melihat wajahnya. Bahkan jika harus menatap matanya. Bayang-bayang Vanka terus muncul di benakku. Oliver duduk di sana tanpa berkata sepatah katapun. 20 menit pun berlalu, kemudian Timo datang dengan keadaan basah kuyup. Dan sepertinya aku tau apa yang terjadi so aku gak harus bertanya lagi. Timo langsung tersadar akan keberadaan Oliver.
"Lo berani ke sini?" Tanya Timo.
"Well, why not?"
"After what you did you're brave enough to show up?"
"I did nothing. Vanka did something. But I'm not"
"Well you're included in it"
"Stop you both!!" Kataku dengan lemah tetapi cukup tegas untuk membuat mereka berhenti.
"Udah mending lo pulang deh Ver. Lo tau kan semuanya gara-gara lo?!" Ucap Timo dengan ketus.
"I'm so sorry. Get well soon Giu. REALLY soon" jawab Oliver lemah lalu keluar.

Gak butuh waktu lama buat Timo untuk menyadari bunga yang ada di tempat tidurku.
"From who?" Tanya Timo.
"Menurut lo?"
"Aster and purple hyacinth huh?"
"Yup"
"Do you know what's the meaning of aster and purple hyacinth?"
"I do."
"Tell me" pinta Timo walau aku tau pasti kalau dia udah tau jawabanku.
"Aster is a symbol of love. And purple hyacinth for apologize"
Saat aku akan meletakan bunga ditanganku tiba-tiba ada sesuatu yang menarik perhatianku. Sebuah kartu. Aku mengambilny dan membacanya. Di dalamnya terdapat tulisan Oliver.

"I know you're still mad at me. I hope purple hyacinth will help you to notice that I'm really sorry. And Aster will always be the symbol of my feeling for you"

Aku diopname selama seminggu. Dan selama seminggu Fra dan Timo selalu menemaniku. Terlihat jelas semua sikap canggung di antara mereka lama-kelamaan mencair dengan seiringnya waktu. Mereka bergantian menungguiku di rumah sakit. Selama seminggu itupun Oliver tidak pernah absen dalam menjengukku. Saat Oliver datang Fra dan Timo akan keluar. Memberi privacy. Aku sendiri masih bingung dengan perasaanku. Masih ada perasaan kesal di hatiku terhadap Oliver namun tidak sebesar dulu. Setiap kali datang Oliver selalu memberi bunga yang berbeda setiap harinya. Disertai dengan kartu.

Hari ke 2 ia memberiku Red Chrysanthemum & Gloxinia. Dengan kartu yang berisi:
"Gloxinia is when all began. And I'll always say Red Chrysanthemum to you"
Di mana gloxinia means love at the first sight and Red Chrysanthemum for 'I love you'.

Hari ke 3 ia memberiku Red Canterbury Bells & Moonflower. Dengan kartu berisikan:
"When I dream of you I do Moonflower. And every time I do it, I feel Red Canterbury Bells"
Red Canterbury Bells means "my heart aches for you" & Moonflower means dreaming of love.

Hari ke 4 ia memberiku Bellflower & White Lilac. Dengan kartu:
"When I do Bellflower I always remember you as my White Lilac."
Bellflower means "thinking of you" & White lilac means "my first dream of love"

Hari ke 5 ia memberiku Amaranth & Arbutus. Kartunya berisikan:
"My love for you is like Amaranth. And you're an Arbutus for me"
Amaranth means immortal love & Arbutus means "you're the one that I love"

Hari ke 6 ia memberiku Primrose & Iris.
Kartunya:
"You're my Iris. And I feel Primrose"
Primrose means "I cannot live without you" & Iris means inspiration.

Hari ke 7. Hari ini adalah hari terakhir aku berada di rumah sakit. Keesokan hari aku sudah diizinkan untuk pulang. Rasanya bagaikan kemerdekaan yang sudah di depan mata. Saat itu Fra dan Timo menungguiku sambil duduk di sofa dan menonton TV. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Kemudian ia masuk. Oliver masuk sambil membawa Mauve Lilac. Ia menyodorkannya kepadaku sambil berkata, "Do you still love me?"
Fra & Timo tercengang saat menyaksikan hal tersebut. Aku pun sempat kaget mendengarnya. Untung aku dapat segera menangani rasa kagetku & dapat bertindak lebih cepat.
"Hmm that's the meaning of the flower." Balasku.
"That's not what I meant"
"That's what the flower means"
"Will you answer the meaning of this flower?"
"............maybe...............but definitely not today."

I think my life isn't that bad. Maybe it's more like beautiful mess.

Sabtu, 21 Mei 2011

The Best of Us - Fransisca

*kring...*

Bell sekolah berbunyi tanda ujian semester tahun ini sudah berakhir! FREEDOM! Belum free juga sih, setelah ini aku harus ikut kompetisi basket. Walaupun cuma jadi cadangan tapi tetep Reno menyuruh aku latihan sama seperti pemain inti lainnya. Mas Davis yang tau aku ga suka olahraga sampai tertawa terbahak-bahak karena tau dari Reno aku ikut kompetisi basket. Mas Davis dan Reno sampai taruhan sampai kapan aku akan bertahan di dalam tim.

Well, karena satu dan lain hal aku jadi makin deket sama Timo. Agak aneh sih, karena dia kan musuh bebuyutanku sekarang jadi temenan. Anehnya lagi, setelah kita mulai temenan semua ngira aku sama dia jadian. Yakali teman-teman aku jadian secepat itu. Giu yang lagi ada masalah sama Oliver moodnya gak tentu, kadang-kadang nangis, kadang-kadang galau sendiri.

Sebenernya Oliver udah cerita sama aku via bbm kalau Vanka itu cuma mantannya, tapi Vanka aja yang masih geer. Ya sama lah nasibnya sama Reno. He always think that I still love him gara-gara I don’t have boyfriend. Tapi Giu yang kayaknya sakit hatinya belum bisa disembuhkan, tetap kukuh dengan pediriannya kalau Oliver dan Vanka itu pasti ada hubungan tersembunyi.

Keluar kelas aku dikejutkan oleh Timo yang udah menunggu kedatanganku. Dari raut mukanya sepertinya ada sesuatu yang penting. Ketika jarak diantara kami sudah tidak terlalu jauh. Timo mulai berbicara.

“Fra, Giu sakit. Dia ijin balik duluan abis ulangan tadi.”

“Oh? Kok gak manggil gue sih? Kalau tau gitu gue juga keluar duluan sebelum pengumuman nilainya.”

“Kata Giu ngga enak.”

“Giu apaan sih, sama gue masih ngomong gak enak gitu.”

“Oh ya, Fra. Bisa ngomong sesuatu ngga?”

“Lah? Bukannya dari tadi udah ngomong?”

“Iya sih, cuma ini lebih personal aja. Makanya kita masuk ke kelas lo dulu. Kayaknya udah gak ada murid.”

Lumayan curinga dengan perkataan Timo, aku hampir tidak mengiyakan permintaannya. Tapi karena penasaran aku masuk kembali ke kelas yang ternyata memang udah ngga ada murid.

“Well, first of all. I wanna say, I’m sorry.”

“Ha? For what?”

“Gue selalu ngira, lo tuh annoying dan kayak cewe anak kelas satu umumnya yang selalu cari perhatian kakak kelas.”

“Offensive ya, Tim. First, gue bukan anak cewe kelas satu biasa yang bakalan tertarik sama kakak kelas. Second, you are definitely not my type.”

“Ya makanya, I wanna say I’m sorry. Lo tuh beda. No matter, I’m not your type. But, you are definitely my type.”

“Wh-what? For God’s sake!”

“Wanna be on my side?”

“Oh my dear. You must be kidding me.”

“No, I’m not. And I deserve a ‘yes’.”

“But, I can only give you a ‘no’”

“Wh-why? Why?”

“Because as I said earlier, you are not my type. And I know nothing about you.”

“We can work on it.”

“Stop it, Timoleon. You sound so pathetic. You deserve better than me.” Kataku sambil keluar dari kelas meninggalkan Timo yang hatinya hancur.

Sepulang sekolah aku dan tim harus berangkat ke sekolah tempat penyelenggara kompetisi basket. Karena tadi pagi mobil lagi dipakai Mas Davis, terpaksa aku harus ikut mobil Reno karena tidak mungkin aku ikut mobil Timo setelah kejadian di kelas itu. Selesai technical meeting, kita semua makan bareng di restoran salah satu anak tim. Selama makan siang dan technical meeting Timo sama sekali ngga ngomong atau pun eye contact sama aku. Well, I know that I broke his heart. But can we just being a friend? Can we? Setelah beberapa saat menatap Timo yang duduk di sebelah anak kelas satu, yang aku tau naksir berat sama Timo, dia menatapku balik. Sontak aku langsung membalikkan kepala dan langsung berbicara singkat dengan Reno. Dari sudut mataku, aku bisa melihat wajahnya yang penuh kekecewaan.

Tanpa diduga-duga, Timo menghampiriku dan berbisik.

“Giu masuk rumah sakit, gue sekarang mau kesana. You can join me if you want to.”

“Well, I’m not finish with my lunch. I’ll go there with Reno. Thanks, though.”

It is just my excuse, karena aku tau pasti akan sangat awkward di dalam mobil Timo.

“Elo mau gue anter?”

“Ya enggalah. Gue bisa naik taksi sendiri. It is just my excuse.”

Tidak lama setelah Timo meninggalkan resto, aku ikut keluar dan mencegat taksi yang melintas. Karena jalanan Jakarta yang macet aku memutuskan untuk keluar dari taksi dan naik ojek ke rumah sakit. So much drama for my freedom day. 5 menit kemudian aku sampai ke rumah sakit, langsung lari ke emergency room dan menemukan Giu tergeletak tak berdaya di ranjang rumah sakit. Disamping Giu ada mamanya dan Timo. Setelah salam mama Giu aku langsung berdiri disamping Giu, berhadapan dengan Timo. Pukul 5 sore aku memutuskan untuk pulang dan kembali esok hari. Sebelum aku pulang, aku melihat Oliver berlari tergesa-gesa dengan muka panik.

“Hey, Oliver.”

“Fra, how could you not to tell me that she is here and being hospitalized!”

“I don’t even know you want to hear me. Because you are busy with your new doll, aren’t you?”

“I just don’t get the idea, Fra. I thought, you are on my side.”

“Your side?? Kidding me. I’m on her side, of course! Lo pikir kenapa dia bisa masuk rumah sakit?”

“Sick of course!”

“No, it is because of you. And I was wrong thinking that you are right.”

“I can explain that.”

“I don’t need your explaination. I’m leaving now.” Kataku seraya berjalan kepintu luar.

Hujan pun melengkapi hari ini. Entah kenapa aku jadi semakin merasa sedih. Giu sakit. Timo menjauh. Reno tambah ke geeran. Dan Oliver jadi marah. I mean like, he doesn’t deserve to be angry at me. Menunggu selama beberapa menit, akhirnya hujan malah tambah deras. Aku memutuskan untuk menerobos hujan. Beberapa langkah, aku merasakan ada seseorang mengikutiku dan memberi tumpangan payung. Ketika aku menoleh kebelakang, orang itu Timo.

“So you and Reno? Together?”

“I’m not with him.”

“You are not with him. But he took you here. And I’m not blind, I can see him staring at you like he is your boyfriend.”

“Wait, Tim. Are you jealous?”

“I am.” Katanya sambil memberikanku payungnya dan dia lari menerobos hujan yang deras mengguyur ibu kota.

So much drama for my freedom day, just way too much. Aku hanya bisa menatap Timo dari belakang sampai dia menghilang dibalik rintik-rintik hujan.....


p.s: credit the the owner of the pictures. I just edited it with photoshop (:

Hello :3


Today, I was tumblring and I found this great picture. And I just keep thinking about it. It was very sweet and I just hope someday I will find someone who is willing to give me his umbrella. By the way, I will post a new story. I'm sorry, it took so long because I was busy with my igcse and stuff. Well then, enjoy :)

Love,

s
p.s: it is www.soniaks.tumblr.com go visit and follow! (:

Jumat, 06 Mei 2011

The Best of Us - Giusepina

Gak kerasa udah mau ulangan lagi. Kali ini ulangan semester 2. Kenaikan kelas udah di depan mata. Untuk ulangan kali ini semangatku lagi membara-bara untuk belajar. Kan malu kalau aku harus kalah nilai dari Oliver. Walaupun dia pacarku, tetep aja gengsiii. Sekarang dia dan Fra jadi sering datang ke rumah. Rencananya sih untuk belajar bareng, tapi lebih sering ngelantur kemana-mana. Kan mumpung di rumah masih ada si Timoleon yang 'sangat baik hati' mau ngajarin kita semua yang 'tak berdaya' ini. 

Di sekolah ada rumor baru yang mengatakan akan ada anak baru pindahan dari luar negeri. Siapa sih orang bego yang mau pindah sekolah di akhir tahun pelajaran, di saat ujian ada di depan mata? Kenapa gak nunggu sampe semester baru yang lebih santai? Tapi entah kenapa saat mendengar rumor itu aku jadi punya firasat yang gak enak banget.

Seminggu sebelum ulangan, kita semua belajar seperti biasa. Dan seperti biasanya juga Oliver menjemputku. Sesampainya d sekolah aku dan Oliver berjalan berdampingan. Ntah kenapa tiba-tiba hari ini Oliver menggandeng tanganku sambil tersenyum.
Ia berkata, "gapapa kan?"
"Emang kalo aku bilang gak boleh kamu bakal ngelepas tanganku?" Jawabku.
"Hmm menurut kamu?"
"Kok malah tanya balik sih?"
"Gak dong hehe" sambil tersenyum dengan sangaaaaattttttt manis.
Tiba-tiba........
"OLIVER!!!!!" Ada seseorang yang memanggil Oliver dengan penuh semangat. Dan aku gak pernah mendengar suara itu sebelumnya. Sontak aku dan Oliver berbalik memandang ke arah suara tersebut. Ternyata yang memanggil Oliver adalah seorang anak perempuan yang gak pernah aku liat sekalipun di sekolah. Dia memasang senyum sumringah bahagia. Dapat dikatakan bahwa ia lumayan cantik.
"Itu anak baru ya?" Bisikku pada Oliver.
"I.....iya" jawab Oliver terbata-bata.
"Kamu kenapa jadi gagap gitu deh?"
"Ngg...nggak kenapa-kenapa kok Giu" jawabnya dengan senyum yang seperti dipaksakan.
"Kamu kenal dia?"
Sebelum Oliver menjawab tiba-tiba gadis itu sudah menghambur kepelukan Oliver. Aku nggak kuat melihatnya. Sakiiittt banget rasanya. Tanpa berkata sepatah katapun aku langsung berlari ke kelas. Ntah kenapa mataku menjadi panas. Aku gak pernah ngerasain yang kayak gini sebelumnya. Rasanya jiwaku udah melayang entah kemana. Dari kejauhan aku sempat mendengar Oliver yang memanggil-manggil namaku. Tapi aku udah gak kuat lagi untuk berpaling menatap dia. Dan di hati kecilku aku bertanya kenapa Oliver gak ngejar??? Dia masih sayang atau gak? Atau gimana sih?? Perasaanku jadi bercampur aduk. Kesal dan sedih.

Hari ini aku duduk dengan Fra, padahal setiap hari semenjak aku jadian sama Oliver aku selalu duduk sama Oliver. Waktu Fra sampai ke kelas dia kaget ngeliat aku udah duduk di bangku samping tempat duduknya dengan mata yang sembab.
"Lo kenapa Giu?" Tanya Fra.
"Gapapa kok" jawabku.
"Jangan bohong deh. Lo kenapa? Terus Oliver mana?"
"Aduhh Fra jangan sebut-sebut namanya lagi deh."
"Emang kenapa sih??"
"Nanti pas masuk lo bakal liat kok. Tenang aja dan sabar aja."

Krriiiiinnnnggggg.................
Bel masuk sudah berbunyi, Oliver dan "teman barunya" masih belum masuk ke kelas. Sampai tiba-tiba wali kelas masuk ke kelas bersama 2 orang gak berguna itu. Anak baru itu masih gelayutan di lengan Oliver tanpa ada sedikitpun rasa bersalah. Oliver juga terlihat tenang.
"Ini Vanka teman baru kalian. Dia murid pindahan dari New Zealand" kata wali kelas.
"Hai. Nama gw Vanka" kata si anak baru dengan muka SOK manis innocent ngeselin yang pingin ditimpuk pake apaan.
Fra yang melihat semua itu langsung tercengang, "Giu....kok si Oliver bisa di situ?"
"Gw gak tau. Pacarnya kali" balasku.
Fra langsung menatapku dengan mata melotot.

Banyak pertanyaan yang tiba-tiba timbul dalam pikiranku. Kenapa Oliver bisa kenal Vanka? Kenapa Oliver santai? Kenapa Oliver gak bilang apa-apa? Kenapa Oliver lebih milih dia? Kenapa Oliver? Kenapa?? Aku gak kuat ngeliat semua itu. Aku langsung bediri dan beranjak keluar dari kelas. Aku juga udah gak perduli dengan wali kelas yang langsung memanggil namaku dan menanyakan kemana aku akan pergi. Aku sendiri nggak tau aku akan pergi kemana. Tiba-tiba aku sudah sampai di depan kelas 'sepupuku tercinta' dan langsung masuk dan berdiri di depannya "Tim, anterin aku pulang" kataku dengan mata yang berkaca-kaca.
Timo yang melihatku berkata seperti itu dengan mata berkaca-kaca langsung keluar bersamaku. Ternyata Fra sudah menyusul dari belakang.
"Giu lo gapapa?" Tanya Fra
Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
"Emang kenapa sih?" Tanya Timo.
"Oliver" jawab Fra.
"Ngapain tuh anak?" Timo mulai kesal.
"Udahlah gak usah dibahas. Gw mau pulang. Anterin gw pulang Tim!!" Kataku
"Fine. Ayo kita pulang. Tapi sampe rumah lo harus ngejelasin semuanya sama gw"
Aku hanya terdiam. Akhirnya kami pulang. Fra juga jadi ikut ke rumahku.

Sesampainya di rumah Timo menuntut penjelasan sejelas-jelasnya. Aku menjelaskan semuanya. Tentang Oliver dan Vanka. Juga tentang ketidak jelasan hubungan mereka. Tiba-tiba Timo kesal dengan Oliver.
"Kayaknya tuh anak perlu gw kasih pelajaran deh" kata Timo dengan tampang yang super sangar.
"Udahlah gak usah. Orang kayak gitu diemin aja" balasku.
"Tapi si Oliver emang udh keterlaluan Giu" susul Fra.
"Ya biarin aja deh. Gw pengen liat apa dia punya kesadaran sendiri buat nyamperin gw atau gak" kataku.
Gak lama setelah ngomong gitu tiba-tiba ada suara ketukan pintu. Fra langsung berdiri ingin membuka pintu namun Timo udah jalan duluan.
"Udah biar gw aja yang buka. Lo di sini aja temenin Giu" kata Timo.
Fra hanya mengangguk. Tiba-tiba.....
"Lo masih berani dateng ke sini?? Masih punya nyali?" Terdengar suara Timo yang tiba-tiba jadi kasar.
"Tim.. Gw mau ketemu Giu. Gw mau jelasin semuanya"
Ternyata yang datang adalah Oliver. Ntah kenapa refleks aku langsung berdiri menuju pintu masuk. Fra menyusul.
"Ngapain lo ke sini?" Tanyaku pada Oliver.
"Giu, mending lo masuk deh" kata Timo
"Udah biarin aja Tim. Gw penasaran kenapa dia masih berani dateng ke sini" balasku.
"Giu.... Gw ke sini mau jelasin semuanya" kata Oliver
"Ya udah ayo jelasin!!"
"Vanka itu bukan siapa-siapa aku. Memang dulu dia pacar aku...."
"Oohh gitu. Ya udah sana pacaran gih sama dia." Balasku
"Giu. Aku belom selesai."
"Apalagi hah?"
"Itu tuh dulu Giu. Sekarang tuh aku udah gak ada hubungan apa-apa sama dia. Aku udah gak sayang sama dia. Yg aku sayang tuh......"
Belum selesai perkataan Oliver tiba-tiba ada suara klakson mobil dan ternyata itu mobilnya Vanka. Vanka nyusul Oliver sampe ke rumahku. Oh God. Kenapa rumahku harus tercemar kayak gini??
"Oliver!! Kok kamu ninggalin aku?" Tanya Vanka.
"Hmm...." Oliver gak bisa jawab.
"Ok. It explains EVERYTHING" aku langsung menutup pintu rumahku dan berlari ke arah kamar meninggalkan Fra dan Timo yang masih tercengang di depan pintu. Aku sempat melihat Timo yang akan memberi pelajaran terhadap Oliver namun ditahan oleh Fra. Sebenernya aku gk keberatan juga kalo Timo ngasih pelajaran ke Oliver. Teach him a lesson bro. I don't mind. Dari kamar aku mendengar suara mobil yang pergi ke kejauhan membawa separuh jiwaku.