Sabtu, 21 Mei 2011

The Best of Us - Fransisca

*kring...*

Bell sekolah berbunyi tanda ujian semester tahun ini sudah berakhir! FREEDOM! Belum free juga sih, setelah ini aku harus ikut kompetisi basket. Walaupun cuma jadi cadangan tapi tetep Reno menyuruh aku latihan sama seperti pemain inti lainnya. Mas Davis yang tau aku ga suka olahraga sampai tertawa terbahak-bahak karena tau dari Reno aku ikut kompetisi basket. Mas Davis dan Reno sampai taruhan sampai kapan aku akan bertahan di dalam tim.

Well, karena satu dan lain hal aku jadi makin deket sama Timo. Agak aneh sih, karena dia kan musuh bebuyutanku sekarang jadi temenan. Anehnya lagi, setelah kita mulai temenan semua ngira aku sama dia jadian. Yakali teman-teman aku jadian secepat itu. Giu yang lagi ada masalah sama Oliver moodnya gak tentu, kadang-kadang nangis, kadang-kadang galau sendiri.

Sebenernya Oliver udah cerita sama aku via bbm kalau Vanka itu cuma mantannya, tapi Vanka aja yang masih geer. Ya sama lah nasibnya sama Reno. He always think that I still love him gara-gara I don’t have boyfriend. Tapi Giu yang kayaknya sakit hatinya belum bisa disembuhkan, tetap kukuh dengan pediriannya kalau Oliver dan Vanka itu pasti ada hubungan tersembunyi.

Keluar kelas aku dikejutkan oleh Timo yang udah menunggu kedatanganku. Dari raut mukanya sepertinya ada sesuatu yang penting. Ketika jarak diantara kami sudah tidak terlalu jauh. Timo mulai berbicara.

“Fra, Giu sakit. Dia ijin balik duluan abis ulangan tadi.”

“Oh? Kok gak manggil gue sih? Kalau tau gitu gue juga keluar duluan sebelum pengumuman nilainya.”

“Kata Giu ngga enak.”

“Giu apaan sih, sama gue masih ngomong gak enak gitu.”

“Oh ya, Fra. Bisa ngomong sesuatu ngga?”

“Lah? Bukannya dari tadi udah ngomong?”

“Iya sih, cuma ini lebih personal aja. Makanya kita masuk ke kelas lo dulu. Kayaknya udah gak ada murid.”

Lumayan curinga dengan perkataan Timo, aku hampir tidak mengiyakan permintaannya. Tapi karena penasaran aku masuk kembali ke kelas yang ternyata memang udah ngga ada murid.

“Well, first of all. I wanna say, I’m sorry.”

“Ha? For what?”

“Gue selalu ngira, lo tuh annoying dan kayak cewe anak kelas satu umumnya yang selalu cari perhatian kakak kelas.”

“Offensive ya, Tim. First, gue bukan anak cewe kelas satu biasa yang bakalan tertarik sama kakak kelas. Second, you are definitely not my type.”

“Ya makanya, I wanna say I’m sorry. Lo tuh beda. No matter, I’m not your type. But, you are definitely my type.”

“Wh-what? For God’s sake!”

“Wanna be on my side?”

“Oh my dear. You must be kidding me.”

“No, I’m not. And I deserve a ‘yes’.”

“But, I can only give you a ‘no’”

“Wh-why? Why?”

“Because as I said earlier, you are not my type. And I know nothing about you.”

“We can work on it.”

“Stop it, Timoleon. You sound so pathetic. You deserve better than me.” Kataku sambil keluar dari kelas meninggalkan Timo yang hatinya hancur.

Sepulang sekolah aku dan tim harus berangkat ke sekolah tempat penyelenggara kompetisi basket. Karena tadi pagi mobil lagi dipakai Mas Davis, terpaksa aku harus ikut mobil Reno karena tidak mungkin aku ikut mobil Timo setelah kejadian di kelas itu. Selesai technical meeting, kita semua makan bareng di restoran salah satu anak tim. Selama makan siang dan technical meeting Timo sama sekali ngga ngomong atau pun eye contact sama aku. Well, I know that I broke his heart. But can we just being a friend? Can we? Setelah beberapa saat menatap Timo yang duduk di sebelah anak kelas satu, yang aku tau naksir berat sama Timo, dia menatapku balik. Sontak aku langsung membalikkan kepala dan langsung berbicara singkat dengan Reno. Dari sudut mataku, aku bisa melihat wajahnya yang penuh kekecewaan.

Tanpa diduga-duga, Timo menghampiriku dan berbisik.

“Giu masuk rumah sakit, gue sekarang mau kesana. You can join me if you want to.”

“Well, I’m not finish with my lunch. I’ll go there with Reno. Thanks, though.”

It is just my excuse, karena aku tau pasti akan sangat awkward di dalam mobil Timo.

“Elo mau gue anter?”

“Ya enggalah. Gue bisa naik taksi sendiri. It is just my excuse.”

Tidak lama setelah Timo meninggalkan resto, aku ikut keluar dan mencegat taksi yang melintas. Karena jalanan Jakarta yang macet aku memutuskan untuk keluar dari taksi dan naik ojek ke rumah sakit. So much drama for my freedom day. 5 menit kemudian aku sampai ke rumah sakit, langsung lari ke emergency room dan menemukan Giu tergeletak tak berdaya di ranjang rumah sakit. Disamping Giu ada mamanya dan Timo. Setelah salam mama Giu aku langsung berdiri disamping Giu, berhadapan dengan Timo. Pukul 5 sore aku memutuskan untuk pulang dan kembali esok hari. Sebelum aku pulang, aku melihat Oliver berlari tergesa-gesa dengan muka panik.

“Hey, Oliver.”

“Fra, how could you not to tell me that she is here and being hospitalized!”

“I don’t even know you want to hear me. Because you are busy with your new doll, aren’t you?”

“I just don’t get the idea, Fra. I thought, you are on my side.”

“Your side?? Kidding me. I’m on her side, of course! Lo pikir kenapa dia bisa masuk rumah sakit?”

“Sick of course!”

“No, it is because of you. And I was wrong thinking that you are right.”

“I can explain that.”

“I don’t need your explaination. I’m leaving now.” Kataku seraya berjalan kepintu luar.

Hujan pun melengkapi hari ini. Entah kenapa aku jadi semakin merasa sedih. Giu sakit. Timo menjauh. Reno tambah ke geeran. Dan Oliver jadi marah. I mean like, he doesn’t deserve to be angry at me. Menunggu selama beberapa menit, akhirnya hujan malah tambah deras. Aku memutuskan untuk menerobos hujan. Beberapa langkah, aku merasakan ada seseorang mengikutiku dan memberi tumpangan payung. Ketika aku menoleh kebelakang, orang itu Timo.

“So you and Reno? Together?”

“I’m not with him.”

“You are not with him. But he took you here. And I’m not blind, I can see him staring at you like he is your boyfriend.”

“Wait, Tim. Are you jealous?”

“I am.” Katanya sambil memberikanku payungnya dan dia lari menerobos hujan yang deras mengguyur ibu kota.

So much drama for my freedom day, just way too much. Aku hanya bisa menatap Timo dari belakang sampai dia menghilang dibalik rintik-rintik hujan.....


p.s: credit the the owner of the pictures. I just edited it with photoshop (:

Hello :3


Today, I was tumblring and I found this great picture. And I just keep thinking about it. It was very sweet and I just hope someday I will find someone who is willing to give me his umbrella. By the way, I will post a new story. I'm sorry, it took so long because I was busy with my igcse and stuff. Well then, enjoy :)

Love,

s
p.s: it is www.soniaks.tumblr.com go visit and follow! (:

Jumat, 06 Mei 2011

The Best of Us - Giusepina

Gak kerasa udah mau ulangan lagi. Kali ini ulangan semester 2. Kenaikan kelas udah di depan mata. Untuk ulangan kali ini semangatku lagi membara-bara untuk belajar. Kan malu kalau aku harus kalah nilai dari Oliver. Walaupun dia pacarku, tetep aja gengsiii. Sekarang dia dan Fra jadi sering datang ke rumah. Rencananya sih untuk belajar bareng, tapi lebih sering ngelantur kemana-mana. Kan mumpung di rumah masih ada si Timoleon yang 'sangat baik hati' mau ngajarin kita semua yang 'tak berdaya' ini. 

Di sekolah ada rumor baru yang mengatakan akan ada anak baru pindahan dari luar negeri. Siapa sih orang bego yang mau pindah sekolah di akhir tahun pelajaran, di saat ujian ada di depan mata? Kenapa gak nunggu sampe semester baru yang lebih santai? Tapi entah kenapa saat mendengar rumor itu aku jadi punya firasat yang gak enak banget.

Seminggu sebelum ulangan, kita semua belajar seperti biasa. Dan seperti biasanya juga Oliver menjemputku. Sesampainya d sekolah aku dan Oliver berjalan berdampingan. Ntah kenapa tiba-tiba hari ini Oliver menggandeng tanganku sambil tersenyum.
Ia berkata, "gapapa kan?"
"Emang kalo aku bilang gak boleh kamu bakal ngelepas tanganku?" Jawabku.
"Hmm menurut kamu?"
"Kok malah tanya balik sih?"
"Gak dong hehe" sambil tersenyum dengan sangaaaaattttttt manis.
Tiba-tiba........
"OLIVER!!!!!" Ada seseorang yang memanggil Oliver dengan penuh semangat. Dan aku gak pernah mendengar suara itu sebelumnya. Sontak aku dan Oliver berbalik memandang ke arah suara tersebut. Ternyata yang memanggil Oliver adalah seorang anak perempuan yang gak pernah aku liat sekalipun di sekolah. Dia memasang senyum sumringah bahagia. Dapat dikatakan bahwa ia lumayan cantik.
"Itu anak baru ya?" Bisikku pada Oliver.
"I.....iya" jawab Oliver terbata-bata.
"Kamu kenapa jadi gagap gitu deh?"
"Ngg...nggak kenapa-kenapa kok Giu" jawabnya dengan senyum yang seperti dipaksakan.
"Kamu kenal dia?"
Sebelum Oliver menjawab tiba-tiba gadis itu sudah menghambur kepelukan Oliver. Aku nggak kuat melihatnya. Sakiiittt banget rasanya. Tanpa berkata sepatah katapun aku langsung berlari ke kelas. Ntah kenapa mataku menjadi panas. Aku gak pernah ngerasain yang kayak gini sebelumnya. Rasanya jiwaku udah melayang entah kemana. Dari kejauhan aku sempat mendengar Oliver yang memanggil-manggil namaku. Tapi aku udah gak kuat lagi untuk berpaling menatap dia. Dan di hati kecilku aku bertanya kenapa Oliver gak ngejar??? Dia masih sayang atau gak? Atau gimana sih?? Perasaanku jadi bercampur aduk. Kesal dan sedih.

Hari ini aku duduk dengan Fra, padahal setiap hari semenjak aku jadian sama Oliver aku selalu duduk sama Oliver. Waktu Fra sampai ke kelas dia kaget ngeliat aku udah duduk di bangku samping tempat duduknya dengan mata yang sembab.
"Lo kenapa Giu?" Tanya Fra.
"Gapapa kok" jawabku.
"Jangan bohong deh. Lo kenapa? Terus Oliver mana?"
"Aduhh Fra jangan sebut-sebut namanya lagi deh."
"Emang kenapa sih??"
"Nanti pas masuk lo bakal liat kok. Tenang aja dan sabar aja."

Krriiiiinnnnggggg.................
Bel masuk sudah berbunyi, Oliver dan "teman barunya" masih belum masuk ke kelas. Sampai tiba-tiba wali kelas masuk ke kelas bersama 2 orang gak berguna itu. Anak baru itu masih gelayutan di lengan Oliver tanpa ada sedikitpun rasa bersalah. Oliver juga terlihat tenang.
"Ini Vanka teman baru kalian. Dia murid pindahan dari New Zealand" kata wali kelas.
"Hai. Nama gw Vanka" kata si anak baru dengan muka SOK manis innocent ngeselin yang pingin ditimpuk pake apaan.
Fra yang melihat semua itu langsung tercengang, "Giu....kok si Oliver bisa di situ?"
"Gw gak tau. Pacarnya kali" balasku.
Fra langsung menatapku dengan mata melotot.

Banyak pertanyaan yang tiba-tiba timbul dalam pikiranku. Kenapa Oliver bisa kenal Vanka? Kenapa Oliver santai? Kenapa Oliver gak bilang apa-apa? Kenapa Oliver lebih milih dia? Kenapa Oliver? Kenapa?? Aku gak kuat ngeliat semua itu. Aku langsung bediri dan beranjak keluar dari kelas. Aku juga udah gak perduli dengan wali kelas yang langsung memanggil namaku dan menanyakan kemana aku akan pergi. Aku sendiri nggak tau aku akan pergi kemana. Tiba-tiba aku sudah sampai di depan kelas 'sepupuku tercinta' dan langsung masuk dan berdiri di depannya "Tim, anterin aku pulang" kataku dengan mata yang berkaca-kaca.
Timo yang melihatku berkata seperti itu dengan mata berkaca-kaca langsung keluar bersamaku. Ternyata Fra sudah menyusul dari belakang.
"Giu lo gapapa?" Tanya Fra
Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
"Emang kenapa sih?" Tanya Timo.
"Oliver" jawab Fra.
"Ngapain tuh anak?" Timo mulai kesal.
"Udahlah gak usah dibahas. Gw mau pulang. Anterin gw pulang Tim!!" Kataku
"Fine. Ayo kita pulang. Tapi sampe rumah lo harus ngejelasin semuanya sama gw"
Aku hanya terdiam. Akhirnya kami pulang. Fra juga jadi ikut ke rumahku.

Sesampainya di rumah Timo menuntut penjelasan sejelas-jelasnya. Aku menjelaskan semuanya. Tentang Oliver dan Vanka. Juga tentang ketidak jelasan hubungan mereka. Tiba-tiba Timo kesal dengan Oliver.
"Kayaknya tuh anak perlu gw kasih pelajaran deh" kata Timo dengan tampang yang super sangar.
"Udahlah gak usah. Orang kayak gitu diemin aja" balasku.
"Tapi si Oliver emang udh keterlaluan Giu" susul Fra.
"Ya biarin aja deh. Gw pengen liat apa dia punya kesadaran sendiri buat nyamperin gw atau gak" kataku.
Gak lama setelah ngomong gitu tiba-tiba ada suara ketukan pintu. Fra langsung berdiri ingin membuka pintu namun Timo udah jalan duluan.
"Udah biar gw aja yang buka. Lo di sini aja temenin Giu" kata Timo.
Fra hanya mengangguk. Tiba-tiba.....
"Lo masih berani dateng ke sini?? Masih punya nyali?" Terdengar suara Timo yang tiba-tiba jadi kasar.
"Tim.. Gw mau ketemu Giu. Gw mau jelasin semuanya"
Ternyata yang datang adalah Oliver. Ntah kenapa refleks aku langsung berdiri menuju pintu masuk. Fra menyusul.
"Ngapain lo ke sini?" Tanyaku pada Oliver.
"Giu, mending lo masuk deh" kata Timo
"Udah biarin aja Tim. Gw penasaran kenapa dia masih berani dateng ke sini" balasku.
"Giu.... Gw ke sini mau jelasin semuanya" kata Oliver
"Ya udah ayo jelasin!!"
"Vanka itu bukan siapa-siapa aku. Memang dulu dia pacar aku...."
"Oohh gitu. Ya udah sana pacaran gih sama dia." Balasku
"Giu. Aku belom selesai."
"Apalagi hah?"
"Itu tuh dulu Giu. Sekarang tuh aku udah gak ada hubungan apa-apa sama dia. Aku udah gak sayang sama dia. Yg aku sayang tuh......"
Belum selesai perkataan Oliver tiba-tiba ada suara klakson mobil dan ternyata itu mobilnya Vanka. Vanka nyusul Oliver sampe ke rumahku. Oh God. Kenapa rumahku harus tercemar kayak gini??
"Oliver!! Kok kamu ninggalin aku?" Tanya Vanka.
"Hmm...." Oliver gak bisa jawab.
"Ok. It explains EVERYTHING" aku langsung menutup pintu rumahku dan berlari ke arah kamar meninggalkan Fra dan Timo yang masih tercengang di depan pintu. Aku sempat melihat Timo yang akan memberi pelajaran terhadap Oliver namun ditahan oleh Fra. Sebenernya aku gk keberatan juga kalo Timo ngasih pelajaran ke Oliver. Teach him a lesson bro. I don't mind. Dari kamar aku mendengar suara mobil yang pergi ke kejauhan membawa separuh jiwaku.