Sabtu, 19 Maret 2011

The Best of Us - Fransisca

*2 hari yang lalu*

Pagi itu kakiku sudah lebih baik, setidaknya buat jalan ke kamar mandi bisa lah tanpa dibantu oleh Mas Davis. Setelah menyikat gigi dan berpikir untuk kembali tidur, Mas Davis masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

“Eh, Fra. Cowo lo udah nunggu di bawah tuh!”

“ADUH MAS, UDAH BERAPA KALI AKU BILANG KETOK DULU PINTUNYA BARU MASUK!!” lanjutku “Dan aku tuh gak punya pacar sekarang mas keluar deh aku mau tidur lagi!”’

“HA?! ELO SAMA TIMO BELOM JADIAN?”

“Apaan deh, Mas. Siapa juga yang mau jadian ah! Berisik!”

“Yaudah lo temuin tuh si Timo di bawah, kasian lo gantungin terus!”

Belum sempat aku menjawab kata-kata Mas Davis yang terakhir, dia sudah lebih dahulu keluar kamarku. Dengan langkah tertatih aku turun ke bawah, salah sendiri orang aku gak bilang iya mau dijemput. Timo sudah duduk di ruang tengah dan mengobrol akrab dengan Bunda. Lalu, dia melihatku dan langsung bergegas ke arahku dan langsung membantuku berjalan. Aku yakin 100% wajahku merah padam, Bunda sepertinya melihat wajahku lalu tersenyum penuh arti.

“Terus kenapa masih disini? Pasti bunda udah bilang gue gak sekolah kan?”

“Iya sih, terus?”

“Lah? Kok nanya ke gue? Ya elu pulang lah! Atau ke sekolah buruan dari pada pintu udah ditutup!”

“IQ lo berapa sih, Fra? Gue tuh ikut bolos lah sama kayak lo, ini gue udah siapin baju di mobil.”

“UGH, YAUDAH SIH GAK USAH BAWA-BAWA IQ!”

“Fra, Bunda pergi ke kantor dulu ya, kamu baik-baik di rumah.” Nampaknya bunda jenggah melihat pertengkaran senggitku dengan Timo, dan parahnya Mas Davis pura-pura ada janji keluar rumah sama temannya yang aku yakin he made it up. Sorry to say, Mas Davis gak punya temen kecuali di Prancis sana.

Setelah semua orang pergi dan meninggalkanku dengan kunyuk tanpa rasa bersalah ini aku memutuskan untuk pelan-pelan naik ke kamar. Namun belum satu langkah ada tangan besar yang hangat menggengam tangaku. Entah kenapa irama jantungku berantakan.

“LEPAS! Apa-apaan sih ah!”

“Fra, elah gue gak maksud berantem terus kali sama lo. Bisa gak kita ngomongnya wajar gak ada permusuhan sama sekali?”

“Ya gabisa dong, yang mulai permusuhan ini siapa? Elo kan. Udah deh lo sekarang keluar dari rumah gue, gue mau balik tidur. Tau kan pintu keluarnya dimana?” jawabku sinis.

Aku menaiki tangga perlahan dan kembali tidur. Tiba-tiba suara bb-ku yang ditaruh di meja membangunkanku dari tidur yang panjang, kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 1 siang yang artinya aku tidur selama 8 jam. Kulihat bb-ku kembali ada bbm masuk dari beberapa orang salah satunya cowok yang nabrak aku, dia menanyakan kabarku. Setelah membalas semuanya, aku balas bbm dari Giu.

Giu: HEEEEEYYYY BANGUNNN LO DIMANA????!

Fra: hey, G. Gue di rumah, bolos. See you tomorrowJ

Setelah berkali-kali perutku berbunyi cukup nyaring aku memutuskan untuk turun ke bawah, baru kusadari aku men-skip makan pagiku. Dengan kekuatan dan kesadaran yang masih setengah pasca bangun dari tidur aku melangkahkan kaki ke dapur. Rumah tampak sepi, sepertinya kedua orang tuaku masih pergi kerja dan Mas Davis entah dimana. Di ruang makan aku melihat sesosok cowok mengenakan kaus Topman dan bau parfume soft sedang asik mendengarkan lagu dari headphone Dr. Dre yang sepertinya baru dia beli akhir-akhir ini, dan cowok itu adalah Timo.

“Hey, Fransisca. Are you hungry? Let’s eat.”

“What are you doing here?”
“Me? Waiting for someone to have brunch together.”

Entah kenapa seperti terhipnotis bau parfumnya aku meng-iyakan ajakannya untuk makan dan segera duduk dengan manis di meja makan rumahku sendiri. Baru aku sadari tangan Timo itu kokoh sama seperti pemain basket lainnya, entah kenapa kekesalanku padanya yang kupendam selama ini meluap begitu saja. Sepertinya ada bagian dalam diriku yang menyukai kehadirannya disini dan sebagian lainnya menolak kehadirannya. Dengan sabar dia menyendokkan makanan di depanku ke piring, dengan sabar juga dia mengambilkanku minum.

“Nih, minum dulu. Pasti lo haus banget, tidurnya kebo abis sih. Hihi.” Katanya dengan suara lembut dan senyum kecil.

Aku jadi menyesal tidak menganti baju piyamaku dengan baju yang lebih bagusan dikit untuk menyeimbangi penampilannya yang begitu menawan. Dan ajaibnya lagi aku gak ragu-ragu dan malu untuk menatap wajahnya yang terlihat begitu menarik dan senyumnya yang mampu meluluh lantahkan semua cewek tanpa terkecuali. Sepertinya dia sadar sedang aku pandangi lalu, membelokkan mukanya sedikit kearahku dan tersenyum lembut. Aku mengerjapkan mataku berulang-ulang berusaha menyadarkan diriku dari kenyataan bahwa Timoleon kakak kelasku yang paling aku benci itu berubah 180˚ menjadi Timoleon yang menawan dan memabukkan. Duh, please deh Fransisca Alberthine kamu terlalu hiperbola. He’s still the same Timoleon yang nyebelin.

“Fransisca, makan dong!’

“Hmm, pertama gue mau makan kedua jangan panggil gue Fransisca kalo gamau di panggil Timoleon.”

Entah kenapa Timo mengalah dan kembali dalam diam, dengan sangat elegan dia menyendokan makanan di depannya ke mulutnya satu persatu. Masih dalam diam, sepertinya waktu berjalan lebih lambat dari biasanya.

“BTW, gue mesti check up hari ini. Lo mau sampai kapan disini?”

“Gue anter.”

Masih seperti tersihir aku meng-iyakan setiap permintaannya, dengan cepat aku menghabishkan makananku dan langsung naik ke lantai atas dan mandi lalu berganti pakaian. Tidak sampai 30 menit kami sudah berada di rumah sakit. Karena hari ini hari kerja, antrian tidak terlalu panjang. Setelah memastikan kakiku baik-baik saja dokter memperbolehkanku keluar dan menebus obat.

“Yaudah, lo disini aja, gue tebus obatnya dulu.”

“Ok.” Kataku seraya membuka dompet.

“Eh, gak usah gak apa-apa.”

Setelah 10 menit menuggu, Timo muncul dengan plastik putih ditangannya yang aku asumsikan isinya obat yang harus aku minum sepanjang minggu ini.

“Masa gue laper lagi, mampir mall dulu yuk!”

“HA? Buset iya deh, Tim.”

Untungnya ini bukan jam pulang kantor dan lalu lintas di ibu kota masih termasuk lenggang. Ketika kami sudah sampai di salah satu mall dikawasan Senayan, Timo mengajakku ke gerai burger terkenal. Suasana di dalam mall penuh dengan anak-anak pulang sekolah, situasi itu semakin menyulitkan aku menyamai langkah kaki jenjang Timo. Dia berjalan tanpa memperdulikan kondisi kakiku yang masih agak perih. Setelah beberapa langkah tertinggal, Timo menoleh kebelakang dan mendapati aku bersandar di salah satu tembok pertokoan mall tersebut.

“Kenapa?”

“Apanya yang kenapa? Kok gak lanjutin jalannya?” kataku dengan nada sinis.

“Eh, sorry deh. Gue lupa kaki lo masih sakit, maaf ya.”

Aku menganggukan kepala tanda mengampuni.

“Sekarang jalannya gandengan deh biar lo gak ketinggalan lagi.” Tanpa menunggu persetujuanku, Timo mengandeng tanganku dengan tegas.

Sempat kulihat beberapa abg gaul melihatku dengan tatapan sirik yang entah kenapa malah membuatku sedikit bangga. Berarti benarkan kataku, cewek normal mana yang gak luluh liat Timo hari ini. Setelah makan dan memempuh perjalanan pulang, kami akhirnya sampai di rumahku jam 10 malam. Rasa capek sama sekali gak kurasakan, yang ada malah rasa senang dan bahagia.

“Masuk deh, gue gak mampir lagi ya. Kasian Giu di rumah sendirian.”

“Oh, yaudah deh.” Nada kecewa ketara banget dijawabanku. Sesaat aku bisa melihat Timo tersenyum singkat.

“I have a great day today, thanks to you.”

“Me too, thanks a lot, Tim.” Kataku sambil membuka pintu mobil.

“Fra?” katanya sambil mencegahku turun. “May I kiss your forehead?”

“Ha? Oh, yeah.”

Sesaat berikutnya Timo mendekatkan wajahnya kearah wajahku, wangi parfumnya terasa sampai dihidungku dan entah kenapa aku menyukainya. Aku turun dari mobil dan langsung masuk ke kamarku, rasa hangat ciuman Timo masih dapat kurasakan. Dan baru kusadari line Noah Puckerman di Glee itu benar banget. You can’t choose love, love chooses you..

Minggu, 13 Maret 2011

The Best of Us - Giusepina

Akhirnya aku 'jadian' sama Oliver. Dia jadi sering dateng ke rumah. Nyamperin sambil bawa-bawa cokelat + bunga. Mama dan papa belum tau kalo aku sudah punya 'cwo' karena mereka masih belum pulang juga dari Prancis. Kenapa rasanya laammmaaaaaa banget mereka pulangnya. Aku jadinya masih harus terjebak berasama dengan Timo yang kayaknya sekarang suka Fra. 

Tahun 2011 terasa begitu cepat. Tau-tau sudah bulan Februari dan hari ulang tahunku datang. Aku gak terlalu suka sama 'hari ulang tahun' karena 'hari ulang tahun' membuatku berasa tambah tua. Aku kayak kena dilemanya si Bella Swan yang gak mau tua gara-gara Edward Cullen. Tapi untungnya si Oliver gak kayak Edward yang umurnya sama terus. Untung umurnya selalu bertambah sepertiku. Jadi dilemaku gak separah Bella.

Hari itu aku masuk sekolah seperti biasa. Pergi ke sekolah bareng si Timo. Dan bukannya ngucapin happy birthday ke his beloved and lovely cousin, dia malah ngedumel.
"Adoh! Kenapa sih gw harus nganterin lo pagi-pagi?" gerutu Timo
"Ya udah sih. Kan lo juga sekolah," jawabku.
"Kata siapa gw mau sekolah?"
"Emang lo mau bolos?"
"Rencananya sih gitu. Tapi gara-gara lo semuanya GAGAL!"
"Parah banget sih lo"
"Emang pak eko mana sih?"
"Sakit"
"Kenapa lo gak nyetir sendiri?"
"Gak boleh sama mama"
"Aahhh. Tapi bisa kan?"
"Gak" balasku dengan super kesal karena Timo jadi cerewet kayak nenek-nenek.
"Ya udah nanti gw ajarin biar lo gak gannggu-ganggu gw kalo pagi"
"Terserahlah"
Akhirnya kita sampai di sekolah. Si Fra udah nungguin di tempat parkir.
Fra langsung nyamperin, "Giu!!! Happy birthdaaayyyy!!"
"Thank you Fraaa" balasku
Tiba-tiba Timo nyeletuk "emg lo ulang tahun ya Giu?"
"Gak tau!!!" Jawabku
"Ih gw nanya baik-baik ya" balas Timo
"Parah banget sih lo lupa ulang tahun sepupu lo ckckck" ujar Fra.
"....." Entah kenapa Timo jadi keliatan salting waktu Fra ngomong sama dia. Kayaknya ada udang di balik batu nih. Fra gak cerita apa-apa sih sama aku. Aku jadi teringat soal 2 hari yang lalu. Aku gak ketemu Fra sehabis istirahat. Selain itu aku juga gak ketemu..............Timo....... Terus besok paginya waktu aku bangun Timo + mobilnya udah gak ada. Dan sampai di sekolah Timo juga gak ada. FRA JUGA gak ada. Aku baru liat Timo tadi malem. Pulang ke rumah pake seragam tapi gak masuk ke sekolah. Dan Timo keliatan seneng banget. Pas ditanya bilangnya gak apa-apa dan gak kemana-mana. Bohongnya ketauan banget deehh. Ke mana coba si Timo kemaren. "Jangan-jangan dr 2 hari yang lalu sampai kemarin Timo sama Fra barengan?!" pikirku. Akhirnya aku dan Fra masuk ke kelas. Di perjalanan menuju kelas.
"Fra, 2 hari yang lalu lo ke mana deh? Kok abis istirahat gak keliatan sih? Bbm gw juga gak lo bales" tanyaku yang sudah hampir mati penasaran.
"Ohh. Kemaren pas istirahat gw ditabrak anak kelas a yang bawa bahan kimia gitu deh. Terus kaki gw berdarah. Pas di UKS gw disuruh ke rumah sakit. Jadi ya gitu deh," jawab Fra dengan santai.
"Terus sekarang lo gapapa?"
"Gapapa kok."
"Ohh jadi itu alasan kenapa kemaren lo gak masuk"
"Yoe hehehe."
"Kemaren si Timo juga gak masuk" pancingku karena firasatku tentang 'udang di balik batu'
"I know"
"Hah? How do you know?"
"He accompanied me"
"Ooohhhh"
"...."
"Jadi hari ini lo gak basket dong?"
"Gaklah. Mana bisa gw basket dengan kaki kayak gini. Tapi si Reno nyuruh gw duduk di pinggir lapangan biar gak lupa"
"Okay gw temenin ya?"
"Lo mau nemenin gw atau...."
"Atau apa?"
"Atau ngeliat cwo lo tuh si Oliver"
"Apa deh lo Fra"

Akhirnya pelajaran mulai. Hari ini banyak guru yang gak ngajar karena mereka lagi ngawasin anak kelas 3 yang lagi ujian praktek. Jadi jam pelajaran hari ini kerasa bentar. Sepulang sekolah aku dan Fra langsung ke lapangan basket. Di sana..
"Emang lo gak ada ekskul?" tanya Fra padaku.
"Gak tau deh. Kayaknya sih gak ada. Soalnya pembimbingnya sakit katanya" jawabku dengan santai.
Kita udah duduk di pinggir lapangan. Tiba-tiba Oliver + Timo masuk ke lapangan. Mereka pake seragam tim lengkap.
"Lho? Kenapa mereka pake seragam tim deh? Bukannya mereka pake tuh seragam cuma kalo lagi tanding ya?" tanyaku kebingungan.
"Kan hari ini ada sparing. Aduh Giu. Masa lo gak tau jadwal cwo lo sih ckck" canda Fra sambil sok geleng-geleng kepala.
"Giu! Wish me luck" celetuk Oliver dari tengah lapangan sambil melambai kepadaku.
"Ok" jawabku singkat. Mukaku berasa panas saking malunya. Gara-gara Oliver semua orang jadi liatin aku sekarang.
Dan tiba-tiba aku nyadar, waktu Timo masuk ke lapangan dia ngelirik Fra. Fra juga ngeliat ke arah Timo. Kayaknya firasatku soal "udang di balik batu" bener deh. Tiba-tiba Timo nyamperin Fra.
"Wish me luck" ucap Timo sambil ngeliat ke Fra.
"Hm" jawab Fra.
Timo langsung kembali ke lapangan.
"Uhuk uhuk. Ada obat batuk gak Fra? Kayaknya gw mulai batuk nih" godaku.
"Apa sih Giu, jangan bikin bete deh"
"Peace Fra. Damai heheh"
Pantes aja selama 2 hari belakangan ini kayaknya Timo berubah. Ternyata yang bikin dia berubah si Fra. Hebat banget. Padahal mama papanya Timo aja gak pernah bisa bikin Timo berubah.

Mereka tanding selama 3 jam. Dan hasilnya La Madie menaanngg. Waktu peluit berbunyi menyatakan pertandingan selesai dengan hasil La Madie unggul, Oliver langsung belari ke arahku dan memelukku. Dia gak nyadar apa kalo di situ banyak orang dan semuanya jadi ngeliat ke arah kita.
"O-L-I-V-E-R" ucapku.
"I win. We win. Happy birthday and this is your birthday present" balas Oliver.
"Ver, ini diliatin banyak orang. Thanks though" aku langsung tersipu.
"Gapapa lah"
"Malu tau"
"Ah biarin aja hehehe"
"Dan kamu basah semua. Keringetannn. Eeeww"
"Heheheh" balas Oliver dengan tampang yang sok innocent. "Aku bisa menang gara-gara kamu Giu. Karena kamu nonton aku. Jadinya aku semangat gitu. You are my mood booster." lanjutnya.
"Ahahha okay. Tapi sekarang lepas dulu ya. Kamu bener-bener basah semua." balasku sambil melepas pelukan Oliver. Semua orang masih ngeliatin kita. Dan itu sangat memalukan.
"We'll celebrate it this evening"
"Celebrate what?"
"YOUR birthday and MY champion"
"Hmm. Fine"

Akhirnya semuanya pulang. Oliver nganterin aku. Dia suruh aku siap-siap karena 'katanya' he'll be back. So, I'm getting ready. Jam 7 dia jemput. I wear a dress and he wears kemeja lengan panjang + celana panjang hitam. I love him looking like that. That's my favorite look of him. He reminds me waktu peresmian rumahku. He looks majorly cool.
"Kita mau ke mana?" tanyaku. I'm really clueless.
"We'll have dinner" jawabnya.
"Di?"
"You'll see"
Gak lama kita, nyampe di hotel berbintang 5.
"We're here" katanya sambil mengulurkan tangan buat ngegandeng. Bener-bener dengan gaya prince charming. Ckckck.
"Hmm"
Kita langsung ke resto. Ternyata Oliver udah booking tempat buat kita.
"Kita mau dinner di sini?" tanyaku masih kurang yakin.
"Iyalah Giu. Kalo gak ngapain aku ngajak kamu ke sini?" balas Oliver.
"..o..kay"
Di sana kita dinner. Dan tiba-tiba Oliver menyodorkan a blue box.
"Apaan tuh?" tanyaku
"Buka aja" jawabnya
Ternyata isinya kalung. Tulisan huruf 'O'.
"O?"
"Yeah. O buat Oliver hehe. Sini biar aku pakein."
"Namaku kan Giu with G not Oliver with O"
"Giu. Pleasee..."
"Haha okay. I'm just kidding"
"Sini aku pakein" sambung Oliver sambil berdiri dan masangin kalung di leherku. Selesai makan kita pulang dan Oliver mengantarku pulang. Sesampainya di rumahku dia turun untuk ikut mengantarku sampai ke depan pintu rumah.
"Bye my pretty princess. Good night and have a nice dream" kata Oliver. Kata-kata yang membuat jantungku berdebar dan membuatku tersipu malu.
"Okay. Don't make me salting please?"
"Ahaha it's really hard coz I enjoy it. Dan kamu cantik banget kalo lagi salting"
"Ohh PLEASE!"
"Nanti malem aku pasti mimpiin kamu"
"Ahahaha. No joking please"
"Aku serius kok"
"Okay. Bye"
"Bye" balas Oliver sambil ngasih ciuman kilat di dahiku. Sehabis itu dia masih nungguin aku di depan pintu sambil tersenyum manis sampai pintu rumahku tertutup rapat. Rasanya aku pingin teriak saking bahagianya. We're having so much fun that night. I have a great time. Oliver is kinda looks like prince charming today. And he's soo sweet.