Minggu, 19 Juni 2011

The Best of Us - Giusepina

My life is a mess. Hidupku kacau setelah anak baru dari New Zealand itu datang dan menghancurkan segalanya. Semua hal yang sekarang aku lakukan terlihat serba salah dan tidak pernah mengenakkan hatiku. Aku tidak ingin melakukan apapun. Aku hanya ingin mengunci diri di kamar. Semua ini gara-gara dia. Aku bahkan tidak dapat berkonsentrasi sedikitpun terhadap ulangan kenaikan semester 2. Untunglah ada Fra dan Timo yang mau menemaniku setiap saat. Gak tau apa jadinya aku kalau gak ada mereka. Mereka udah berusaha keras menghiburku. 

Saat selesai ulangan entah kenapa badanku terasa gak enak. Panas dingin gak karuan. Perutku sakit & kepalaku pusing. Dunia serasa jungkir balik di hadapanku. Tanpa basa-basi aku langsung secepatnya pulang diantar Pak Eko. Aku hanya sempat memberi kabar ke Timo bahwa aku pulang duluan karena tidak enak badan. Itu pun lewat BBM. Aku juga minta tolong kepadanya untuk memberi tau ke Fra. Karena aku juga gak enak sama Fra. Dia udah baik banget sama aku. Selalu nemenin. Jadi aku gak mau bikin dia khawatir atau bahkan sampe harus ngerepotin dia.

Sesampainya di rumah aku segera naik ke kamarku. Tapi belum sempat aku melangkah tubuhku terasa limbung dan aku tidak ingat apapun. Saat terbangun aku sudah berada di Emergency Room Sebuah rumah sakit yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Di sana sudah berdiri mama yang baru kemaren datang dari Prancis dan Timo.
"Aduh sayang akhirnya kamu sadar juga" ujar mama.
"Ma aku ada di mana?" Tanyaku.
"Lo ada di rumah sakit. Tadi tuh lo pingsan di tangga. Untung langsung ditangkap sama mbak Siti." Jawab Timo.
"Aku pingsan?"
"Iya sayang kamu pingsan. Tadi dokter bilang kamu sakit karena kamu jarang makan jadi lambung kamu meradang. Terus kamu juga kena tifus karena kamu makan sembarangan. Kamu harus diopname dulu agar cepat sembuh." Jawab mama.
"Oh gitu ya ma" jawabku tanpa berpikir & dengan tatapan kosong.
"Makanya lo tuh jaga badan dong Giu. Semuanya jadi khawatir" kata Timo.
"Sorry ya Tim udah ngerepotin" balasku.
Tiba-tiba Fra masuk dari pintu emergency room dan menghambur ke arah kami. Ia langsung menyalami mama lalu menyemburku.
"GIU!!!! Kenapa lo gak bilang kalo lo sakit? Kan gw bisa nemenin lo. Liat kan sekarang lo malah sakit sampe harus diopname. Lo sakit apa sih?" Ujarnya.
Belum sempat aku menjawab Timo lebih dulu menjawab pertanyaan tersebut.
"Lambungnya radang terus dia juga kena tifus."
"Makanya Giu, kan gw udah sering suruh lo makan tapi lo gak mau. Nah sekalinya lo makan, makanan lo gak tau beli di mana dan bersih atau gaknya juga gak terjamin. Jaga makan dong Giu!!" Papar Fra lagi.
"Hmm maaf ya Fra. Gw gak mau ngerepotin elo." jawabku sambil tersenyum lemah.
"Aduh lo masih sungkan aja sama gw?! Udahlah gk ngerepotin kok. Itu kan gunanya teman." jawab Fra sambil memasang senyum andalannya.
"Fra, Timo, kayaknya tante gak bisa lama-lama deh. Soalnya tante harus balik ke airport." Ujar mama.
"Lho mama udah mau balik ke Prancis? Kan kemaren mama baru sampe" kataku lemah.
"Ya kan mama memang gak bisa lama-lama di sini Giu. Mama dan papa masih banyak urusan di sana. Oh iya tadi papa telefon. Dia sangat khawatir sama kamu. Tapi dia gak bisa ke sini karena harus bertemu client bersama mama & papanya Timo" balas mama.
"Oh ya udah deh. Hati-hati di jalan ya ma"
"Iya. Nanti kamu nyusul ya Giu kalau sudah sembuh"
"Sip deh ma"
Mama segera pergi. Aku ditinggal bersama Fra dan Timo. Kemudian suster rumah sakit tersebut berkata bahwa aku akan dipindahkan ke ruang 7023. Kami semua langsung beranjak ke ruang tersebut. Setelah mengantar dan mengecek infus di tanganku suster tersebut beranjak pergi. Tiba-tiba suasana dalam ruangan menjadi tegang. Semuanya diam gak ada yang ngobrol atau apalah. Aku pun lebih memilih untuk diam. Saat jam di dinding menunjukan pukul 7 lebih 15 menit Fra memecahkan keheningan, "Giu, gw harus pulang nih. Tadi juga gak sempet bilang nyokap. Maaf ya"
"Okay gapapa kok. Tenang aja." Jawabku.
"Bye Giu. Bye Tim."
"Hmm" jawab Timo lemas.
Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres di antara mereka. Maka setelah Fra menutup pintu kamar akupun menginterogasi Timo yang akhirnya menceritakan segalanya.
"Terus lo diem aja Tim? Bahkan tadi lo gak nawarin buat nganterin dia pulang? Oh my, Tim!" Tanyaku
"Gw gak tau mau gimana lagi Giu. Gw bingung banget" jawabnya lesu tak bersemangat.
Di luar terdengar suara petir. Dan aku tau 2 hal dengan sangat pasti. Pertama, hujan ini akan bertahan lama. Dan ke 2, Fra gak bawa payung. Jadi aku mulai memancing Timo.
"Ujan nih Tim"
"Hmm iya"
"Lo bawa payung?"
"Bawa tuh di situ" jawabnya sambil menunjuk pojokan di mana terletak payung hitam.
"Ooh. Kayaknya Fra gak bawa payung tuh"
"Masa? Terus gw harus ngapain?"
"Ih terserah lo. Pikirlah my lovely cousin!"
Tiba-tiba Timo langsung berlari mengambil payung dan keluar. Aku hanya bisa tersenyum. Firasatku memang benar. Dari awal aku udah tau kalo Timo dan Fra itu sangat cocok.

Gak berapa lama Timo keluar tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
"Masuk" kataku.
Ternyata yang masuk adalah Oliver.
"Giu.... Ini buat kamu." Ia menyodorkan bunga Purple Hyacinth & bunga Aster kepadaku.
"Thanks" jawabku singkat.
"Giu I know you're still mad at me. I know you don't want to talk to me. But you must know that you're the only one in my heart."
"................"
Oliver duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur. Dia mengenakan kaos dan celana basket. Aku tau bahwa ia baru pulang dari pesta kemenangan anak-anak basket. Dia terlihat sangat cool. Tapi aku gak sanggup menatapnya. Melihat wajahnya. Bahkan jika harus menatap matanya. Bayang-bayang Vanka terus muncul di benakku. Oliver duduk di sana tanpa berkata sepatah katapun. 20 menit pun berlalu, kemudian Timo datang dengan keadaan basah kuyup. Dan sepertinya aku tau apa yang terjadi so aku gak harus bertanya lagi. Timo langsung tersadar akan keberadaan Oliver.
"Lo berani ke sini?" Tanya Timo.
"Well, why not?"
"After what you did you're brave enough to show up?"
"I did nothing. Vanka did something. But I'm not"
"Well you're included in it"
"Stop you both!!" Kataku dengan lemah tetapi cukup tegas untuk membuat mereka berhenti.
"Udah mending lo pulang deh Ver. Lo tau kan semuanya gara-gara lo?!" Ucap Timo dengan ketus.
"I'm so sorry. Get well soon Giu. REALLY soon" jawab Oliver lemah lalu keluar.

Gak butuh waktu lama buat Timo untuk menyadari bunga yang ada di tempat tidurku.
"From who?" Tanya Timo.
"Menurut lo?"
"Aster and purple hyacinth huh?"
"Yup"
"Do you know what's the meaning of aster and purple hyacinth?"
"I do."
"Tell me" pinta Timo walau aku tau pasti kalau dia udah tau jawabanku.
"Aster is a symbol of love. And purple hyacinth for apologize"
Saat aku akan meletakan bunga ditanganku tiba-tiba ada sesuatu yang menarik perhatianku. Sebuah kartu. Aku mengambilny dan membacanya. Di dalamnya terdapat tulisan Oliver.

"I know you're still mad at me. I hope purple hyacinth will help you to notice that I'm really sorry. And Aster will always be the symbol of my feeling for you"

Aku diopname selama seminggu. Dan selama seminggu Fra dan Timo selalu menemaniku. Terlihat jelas semua sikap canggung di antara mereka lama-kelamaan mencair dengan seiringnya waktu. Mereka bergantian menungguiku di rumah sakit. Selama seminggu itupun Oliver tidak pernah absen dalam menjengukku. Saat Oliver datang Fra dan Timo akan keluar. Memberi privacy. Aku sendiri masih bingung dengan perasaanku. Masih ada perasaan kesal di hatiku terhadap Oliver namun tidak sebesar dulu. Setiap kali datang Oliver selalu memberi bunga yang berbeda setiap harinya. Disertai dengan kartu.

Hari ke 2 ia memberiku Red Chrysanthemum & Gloxinia. Dengan kartu yang berisi:
"Gloxinia is when all began. And I'll always say Red Chrysanthemum to you"
Di mana gloxinia means love at the first sight and Red Chrysanthemum for 'I love you'.

Hari ke 3 ia memberiku Red Canterbury Bells & Moonflower. Dengan kartu berisikan:
"When I dream of you I do Moonflower. And every time I do it, I feel Red Canterbury Bells"
Red Canterbury Bells means "my heart aches for you" & Moonflower means dreaming of love.

Hari ke 4 ia memberiku Bellflower & White Lilac. Dengan kartu:
"When I do Bellflower I always remember you as my White Lilac."
Bellflower means "thinking of you" & White lilac means "my first dream of love"

Hari ke 5 ia memberiku Amaranth & Arbutus. Kartunya berisikan:
"My love for you is like Amaranth. And you're an Arbutus for me"
Amaranth means immortal love & Arbutus means "you're the one that I love"

Hari ke 6 ia memberiku Primrose & Iris.
Kartunya:
"You're my Iris. And I feel Primrose"
Primrose means "I cannot live without you" & Iris means inspiration.

Hari ke 7. Hari ini adalah hari terakhir aku berada di rumah sakit. Keesokan hari aku sudah diizinkan untuk pulang. Rasanya bagaikan kemerdekaan yang sudah di depan mata. Saat itu Fra dan Timo menungguiku sambil duduk di sofa dan menonton TV. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Kemudian ia masuk. Oliver masuk sambil membawa Mauve Lilac. Ia menyodorkannya kepadaku sambil berkata, "Do you still love me?"
Fra & Timo tercengang saat menyaksikan hal tersebut. Aku pun sempat kaget mendengarnya. Untung aku dapat segera menangani rasa kagetku & dapat bertindak lebih cepat.
"Hmm that's the meaning of the flower." Balasku.
"That's not what I meant"
"That's what the flower means"
"Will you answer the meaning of this flower?"
"............maybe...............but definitely not today."

I think my life isn't that bad. Maybe it's more like beautiful mess.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar